Ketika mentari mulai menampakkan kecantikannya. Keanggunannya. Semangatku pun mulai nampak pula. Diterima di Universitas yang menjadi kebanggaan warga Malang, merupakan sebuah kenikmatan tersendiri dari Allah untukku. Bagaimana tidak, dari sekian ribu pendaftar yang belum diberikan kesempatan untuk memasukinya, namun Allah memberikan kesempatan untukku memasukinya.
Ketika di sekolah menengah atas di salah satu kota di jawa timur. Aku mendapatkan jabatan sebagai ketua OSIS. Menjadi seseorang yang pemimpin harus mempunyai kearifan tersendiri. Harus mempunyai wibawanya sendiri. Tidak harus ditakuti namun harus disegani. Seperti itulah pemimpin yang sebenarnya.
Kesibukan sebagai ketua OSIS membuatku susah untuk memikirkan yang namanya pacaran. Akan tetapi namanya juga manusia, aku juga pernah tertarik dengan perempuan, namun tidak pernah kuungkapkan. Selain karena kesibukan sebagai ketua OSIS, aku menahannya.
Semua berlangsung begitu saja, hingga akhirnya aku pun lupa dengan yang namanya cinta. Akhirnya aku mulai masuk ke Universitas. Karen sudah terbiasa tidak mempunyai pacar, akhirnya ketika kuliah pun tidak jauh beda. Aku lebih memilih berkumpul dengan teman cowok yang lebih sering main di kantin. Akhirnya aku pun mulai terbawa arus. Aku mulai terbiasa dengan kebiasaan mereka. Bergaul dengan orang-orang yang merokok sudah biasa. Keluar malam untuk nongkrong juga sudah menjadi hal yang biasa untukku. Ngopi. Main PS dan sebagainya mengisi hari-hariku di semester satu.
Hingga pada suatu ketika, di sebuah acara Fakultas aku duduk disebelah perempuan yang wajahnya tidak asing, seakan-akan aku pernah melihat perempuan itu. Tapi dimana? Aku pun mulai berfikir, ada apakah ini? Jantungku mulai berdetak. Aku mulai tertarik kepadanya. Siapa dia. Dia melihatku dan aku melihatnya, dia tersenyum padaku. Aku pun melemparkan senyuman kepadanya.
Perempuan berkrudung yang mengenakan celana levis tersebut benar-benar mulai menarik perhatianku, apakah ini yang namanya cinta? Aku mulai gugup. Aku pun mulai grogi. Namun karena sudah terbiasa dengan perempuan untuk bercanda, akhirnya aku memberanikan diri untuk menyapanya,
”Mbak darimana ni asalnya?”
”Dari Pasuruan”
”Loh kok sama ya mbak? Memangnya Pasuruan mana mbak.”
”Dulu kita satu sekolah, kamu dulu ketua OSIS kan?”
”Oh iya mbak”
Lalu kami berkenalan. Ternyata dia adalah teman sekolahku dulu. Sembari mengulurkan tangan, aku pun menyambut uluran tangannya. Sejak saat itu kami sering bertanya-tanya kabar. Bahkan tidak jarang kita saling sharing. Hingga akhirnya dia tergabung dengan Rohis di fakultas kami. Di mulai berubah. Dia mulai mendalami islam dengan benar-benar. Penampilannya sudah mulai berubah. Dari celana yang dulu dipakai, sekarang diganti menjadi Rok lurus yang besar. Krudung mini yang dulu ia kenakan, kini berubah menjadi Krudung yang sangat besar. Bahkan tidak jarang ketika dia mengendarai motor, aku melihat krudungnya melambai-lambai. Sungguh menarik hati memang perempuan shalihah seperti dia.
Suatu ketika kami bertemu, aku pun yang sudah akrab dengan dia, mulai menyapanya. Aku mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Dia meraih tanganku, tapi sebelum bersentuhan, dia menarik tangannya. Lalu mendekapkan tangannya. Menandakan dia tidak mau bersalaman. Dia ingin menjaga tangannya.
Dia sudah benar-benar berubah. Aku mulai tertarik apa yang dipelajarinya sehingga sanggup berubah seperti itu. Padahal dulu dia sama-sama kurang mengenal agama sepertiku. Namun ternyata dia mulai berubah.
Ketika menginjak semester 2, Open Recruitmen dari rohis fakultas pun mulai dibuka lagi, aku memberanikan diri untuk mendaftarkan diri disana. Akhirnya aku masuk sebagai staff syi’ar di rohis tersebut. Aku mulai benar-benar belajar islam.
Belajar islam ini kulalui dengan banyak tanda tanya. Kenapa harus memakai celana diatas mata kaki, kanapa harus memelihara jenggot, kenapa harus segala hal yang dikaitkan dengan teroris harus ada disini. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya aku pun mulai menyadari satu per satu, bahwa seperti itulah islam yang sebenarnya. Ternyata yang dianggap teroris tersebut hanyalah akal-akalan yahudi agar menjauhkan ummat islam dari pengetahuan agama secara menyeluruh.
Seiring berjalan waktu, aku sudah mulai jarang berhubungan dengan teman SMA ku dulu. Namun ketertarikan akan dia tidak dapat dihilangkan secara drastis. Hal itu kami aku lakukan mulai dari awal semester 2 hingga akhir semester 5, hingga pada akhirnya, di akhir semester 5, aku ditunjuk sebagai ketua Rohis, dan Keputriannya adalah perempuan yang pernah ku temui dulu.
Ternyata Allah sedang menguji kesabaranku. Seberapa sabar aku dapat menjaga pandangan darinya. Kalau dulu tidak pernah berhubungan karena tidak ada kepentingan sehingga tidak ada kesempatan ataupun alasan untuk menghubunginya itu masih wajar, namun sekarang banyak sekali kepentingan dengannya sehingga harus sering mengadakan komunikasi dengannya.
Hati ini ternyata harus bersabar, menunggu saatnya tiba. Sembari menunggu dan menjaga hati, aku harus mampu menjaga pandangan pula. Sebulan berjalan. Dua bulan berjalan. Hingga akhirnya satu tahun kepengurusan berjalan. Rasanya hati ini sudah mulai terdidik untuk lebih terjaga. Allah mentarbiyah Qalbu ini untuk menjaga pandangan dengan lawan jenis.
Namun di tengah kepengurusan. Ketua keputrian bercerita bahwa dia sudah menaruh proposal. Proposal apa yang dia maksud? Ternyata proposal yang dimaksud adalah proposal untuk menikah. Akhirnya aku sadar, fitrah setiap orang memang untuk sesegera mungkin menyempurnakan agamanya.
Aku saja dari semester 4 sudah ingin untuk menikah. Ya semua orang pingin. Tapi yang jadi masalah adalah kapan dan apakah siap? Namun tidak jarang kalau ternyata keadaan tidak berjalan lurus dengan harapan. Lalu yang bisa dilakukan adalah berusaha dan sabar.
Hingga pada akhirnya. Pada waktu semester 7. Aku mendapatkan undangan pernikahan. Awalnya aku hanya biasa saja, namun ternyata ada sedikit hal yang membuatku terkaget-kaget. Nama akhwat itu tertera disana. Dia akan menikah pekan depan. Subhanallah. Aku tidak tidak tinggal diam. Aku tidak akan mendoakannya saja agar menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, akan tetapi aku harus membantunya agar acara penting ini dapat dengan khitmad dilewatinya. Aku mulai menghubungi ikhwan –calon suaminy- untuk menanyakan apakah ada yang bisa dibantu? Akhirnya aku pun totalitas dalam acara tersebut hingga pada akhirnya mereka resmi menikah.
Masalah jodohku? Sekarang sedang di tangan Allah. Sekarang adalah menjalani hidup dengan berdakwah. Kalaupun mendapatkan jodoh di jalan dakwah ini, itu hanyalah bonus dari Allah. Namun itu bukan tujuan akhir dari dakwah, akan tetapi awal dari dakwah.
Wallahu ’Alam
Malang, 1 Februari 2012
09:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar