Jumat, 22 Agustus 2014

Terhalangnya Nikmat Karena Maksiat

Bismillah.
Mencoba untuk kulsap setelah beberapa lama tidak menuliskannya.
Sepekan lalu, saya mendapati sebuah update status dari salah seorang ustad, yakni Ustad Firanda Andirja. Tertulis tentang kemaksiatan yang menghalangi kita dari kenikmatan-kenikmatan yang seharusnya Allah berikan. Namun, karena kelalaian kita, dan keberanian kita melakukan kemaksiatan, akhirnya tertundalah kenikmatan itu.


Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata :

"Diantara dampak seseorang bermaksiat adalah Allah menyulitkan urusannya, maka tidaklah ia menuju suatu urusan kecuali ia mendapati urusan tersebut tertutup baginya, sulit untuk ditempuhnya. Hal ini sebagaimana bahwasanya barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan memudahkan urusannya. Barang siapa yang membuang ketakwaannya maka Allah akan menyulitkan urusannya. Sungguh mengherankan bagaimana seorang hamba mendapati pintu-pintu kebaikan dan kemaslahatan telah tertutup di hadapannya dan sulit baginya, lantas ia tidak tahu kenapa bisa hal ini menimpanya ??!!" (Al-Jawaab al-Kaafi)

Mungkin beberapa dari kita pernah mengalami hal demikian, karena hal yang wajar bagi seorang manusia melakukan sebuah dosa. Mari kita bermuhasabah, bersama-sama melihat apa yang ada didalam diri. Adakah secuil kedengkian yang melekat, atau sebiji sawi kesombongan yang tertempel, atau bahkan kita tak menyadari bahwasanya ada dosa sebesar gajah yang hinggap dalam diri kita. 
Dalam buku Tazkiyatun Nafs, disebutkan bahwasanya ketika kita tidak mengetahui aib kita sendiri, maka kita tidak akan mampu membuangnya. Muhammad bin Wasi' pernah berwasiat kepada dirinya sendiri, yang semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa ketika dosa memiliki bau, barangkali sungguh tidak ada seorangpun yang sanggup duduk membersamaiku. Maka, bagaimana dengan kita?  Perlulah kita terus memuhasabah diri agar terus menyadari, menghilangkan dosa, bertaubat dan menggantinya dengan kebaikan lainnya.


Bahkan, kenikmatan tidak hanya berupa harta. Bisa jadi kenikmatan berupa kesendirian bersama dengan Allah ditengah malam. Mungkin kita sering shalat malam, dan bertilawatila Quran dalam kesepian malam, namun, apakah ada secuil kenikmatan haru ketika membacanya? Ataukah perasaan kita seakan tidak ada apa-apa. Atau bahkan, kita lebih terharu mendengarkan lagu, menonton film, atau membaca novel? Segera periksa hati kita. Adakah kemaksiatan yang masih belum kita sadari? atau bahkan kita sadari namun kita tidak mau melepaskannya, sengaja melepaskan pakaian ketaqwaan dan diganti dengannya?

Ketika kita terus berbuat kemaksiatan, namun Allah selalu saja memberikan kebaikan-kebaikannya kepada kita, maka berhati-hatilah. Bisa jadi itu adalah istidroj. Sebuah kenikmatan yang juga diberikan kepada orang-orang kafir, yang mana mereka terus berbuat kemaksiatan, ingkar kepada Allah, akan tetapi Allah memberikan nikmat yang lebih kepada mereka. Dan, mereka sebenarnya sedang menunggu masa dimana mereka diberikan kenikmatan yang melimpah, dan mereka bergelimang dalam kemaksiatan, yang akhirnya dipuncak kemaksiatan tersebut, Allah mencabut nyawanya, sebagaimana yang tercantum di dalam surat Al-An'am ayat 44.


"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa."
Semoga kita terhindarkan dari segala dicabutnya nikmat.

Selasa, 19 Agustus 2014

Pemuda Menjaga Jiwa itu... Harapan Agama..

Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.

Islam sudah memberikan jalan kepada pemuda-pemuda untuk menyegerakan pernikahan. Kenapa? Karena masa-masa muda adalah masa yang paling rentan untuk terkena musibah zina. Rasul memerintahkan kepada kita semua untuk menjaga dua hal, yakni pandangan dan kemaluan. Kedua sumber tersebut merupakan aliran zina yang paling cepat. Bukankah dari mata turun ke hati?

Generasi muda, menjaga kehormatan melalui pernikahan merupakan cara untuk memenuhi maqashid as-syari’ah (tujuan hukum islam) adalah menjaga jiwa. Benarkah menikah akan menjaga jiwa kita? Tidak dapat terelakkan lagi, beberapa orang yang saya kenal, akan lebih tenang dan dewasa ketika menghadapi masalah.

Nah, bagi yang sudah siap, segerakan pernikahan. Persiapkan keluarga dengan matang. Kenapa keluarga perlu dipersiapkan?
Pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, akan tetapi menyatukan kedua keluarga. Ketika hanya kita saja yang siap untuk menyongsong pernikahan, namun keluarga kita belum mampu menyambut pernikahan kita, bisa jadi pernikahan kita akan tertunda.

Sabtu, 16 Agustus 2014

Jernih dalam keputusan

Berhadapan dengan sebuah keputusan layaknya sedang memakan ice cream yang berlumuran coklat diluarnya, jika tak segera dimakan, coklat akan segera meleleh, dan kita tak sempat menikmatinya, bahkan mengotori tangan kita.

Terlebih, keputusan dalam hal kebaikan, yang tiada perlu lagi dipermasalahkan. Tidak perlu berfikir terlalu lama ketika kebaikan itu datang.
Sebuah permasalahan yang didasari syariat Islam, maka tidak perlu berlama-lama dalam memutuskannya ketika kebenarannya sudah tak tertanyakan.

Menikah, merupakan sebuah hal yang cukup simpel, makanya jangan diperumit. Engkau tahu dia baik agamanya, maka tak perlu lagi mencari sisi-sisi lainnya.

Jika terlalu lama bersamanya, mencari tahu dan mendapatkan lebih banyak info tentang dia, maka perlulah menelisik diri dan hati, sebenarnya apa yang sedang kita cari? Pasangan sehidup semati lalu menghadap sang Illahi dengan hati yang bersih, ataukah seorang musuh abadi yang ketika terjadi pertengkaran, engkau akan katakan kepadanya, 'andai dulu aku tidak menikah denganmu' karena penyesalanmu sudah bersamanya sekian lama tapi ia tidak sebaik yang kau kira.

Bukankah banyak dua sejoli belum halal yang membawa pasangan kesana kemari, akan tetapi setelah mereka menikah, rumah tangga tiada dihiasi ketenangan jiwa, dan hanya terdapatkan emosi yang terbuncah dalam diri.
Jernih dalam keputusan bukan berarti berfikir lama untuk mengambilnya, banyak orang yang sudah berpacaran lama, akan tetapi tidak bisa tidak berani mengambil keputusan untuk segera menikah. Betapa banyak ikhwan-akhwat yang berkomunikasi cukup lama, bercanda, bahkan menarik perhatian akhwat, tapi ikhwan tidak berani menikahinya. Akan tetapi, tidak sedikit pula orang-orang di sekitar kita yang cukup tegas, mengambil keputusan untuk segera menikahi seorang akhwat hanya karena mengetahui bahwa ia bagus dalam beragama.
Maka, jernih dalam keputusan bukan berarti membiarkan permasalahan dalam ketidakpastian dalam waktu yang lama. Air yang terdiamkan dalam waktu yang lama, tanpa teralirkan, atau terkelola sedikitpun, akan menjadi bau, dan berubah warnanya.

Jumat, 15 Agustus 2014

Pernah Merasa Kehilangan?

Kehilangan akan sesuatu yang berharga dalam hidup kita merupakan hal yang sangat disesalkan. Terlebih akan hilangnya sesuatu yang besar usaha kita untuk meraihnya, dan sudah berhasil kita dapatkan sementara, lalu pergi.

Kehilangan seseorang yang kita cinta, barangkali adalah hal fitrah setiap manusia, bukankah Al-Quran sudah memberikan jawaban yang jelas atas semuanya?

Bagi saya, mencintai seperlunya, dan membenci juga seperlunya. Mencintai karena Allah, dan membenci karena Allah. Kenapa demikian? Mencintai karena Allah akan membantu kita meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya. Membenci karena Allah akan membantu kita menjauhi kemaksiatan yang dihasilkan karenanya.

Maka, alangkah baiknya kita tidak terlalu terlarut dalam kesedihan karena kehilangan seseorang. Belum sampaikah kisah Seorang Buya Hamka kepada kita semua? Sosok yang tak lagi muda itu, merasa berat ditinggalkan istrinya, dan merasa rindu akan kehadirannya. Akan tetapi, ketika rasa rindu itu menyerang, dia segera membuka beberapa buah surat cinta, bukan surat cinta dari Sang Almarhumah, akan tetapi surat cinta yang difirmankan Allah. Ya, dia menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca surat-surat cinta. Dia ingin mengalihkan perhatian cintanya kepada Sang Istri menjadi cinta kepada Sang Rabbi. Dia amat takut cintanya kepada Sang Istri melebihi cintanya kepada Sang Rabbi.

Nah, seberapa besar cinta kita kepada sesama makhluk? Apakah melebihi cinta kita kepada Sang Maha Pencipta?

Malam ini, betapa terasa makna kehilangan tersebut. Sebuah perasaan membuncah dalam dada ketika harus mengingatnya. Akan tetapi, bukankah kehilangan satu ayat cinta-Nya, lebih menyedihkan daripada kehilangan seorang hamba?

Rasa sedih, malu, dan ingin menangis, ketika mendengarnya dilantunkan orang lain, sementara pikiran kita hanya berusaha mengingat-ingatnya.

Sebuah surat yang menginspirasi saya untuk menuliskan buku kelima, kini kembali menjadi topik hangat dalam kehidupan saya. Ya, saya pernah memilikinya, dan sekarang sudah mulai kehilangannya.

Saya jadi teringat beberapa tahun lalu, bagaimana saya giat menghafalkan Surat Yusuf. Bukan karena seseorang, akan tetapi betapa indah kisah yang ada di dalamnya. Akan tetapi, akhir-akhir ini semua sudah mulai memudar.

Terkalahkan oleh Surat Al-Kahfi? Bukan, hanya karena saya yang terlalu malas menghafal ulang atau muraja'ah dan menambah hafalan. Hmmm.

Murratal Misyary Rasyid yang terdengarkan dari kamar seakan memenuhi rongga hati, ingin mengulang kembali.

Selasa, 12 Agustus 2014

Berkah Terbang Murah bersama Air Asia



Mengintip cahaya matahari sebelum waktunya merupakan hal yang sangat dinanti. Cahaya ufuk timur sudah terlihat jelas, tapi matahari belum menampakkan dirinya. Ya, Saya sedang berada di Negeri Matahari Terbit. Perjalanan istimewa yang akhirnya merubah hidup saya secara tidak terduga. Saya merasa berbahagia karena bisa menginjakkan kaki di Negeri Sakura. Sebuah negeri yang menjadi idaman hampir semua warga Indonesia.
Sejak kecil, saya sangat menyukai hal-hal yang beraromakan Jepang. Tidak hanya olahan sayuran dan ikannya, akan tetapi juga olahan kertas dan pensil yang menghasilkan karya animasi dunia tidak tersaingi negara manapun. Ya, negeri ini juga dikenal sebagai Negeri Anime atau Negeri Manga. Negeri ini menyajikan banyak sekali anime yang akhirnya masuk ke Indonesia.
Perjalanan saya menuju negeri ini merupakan perjalanan yang sangat berharga. Akhirnya saya berhasil menginjakkan kaki disini. Sebuah negeri yang menjadi impian sejak beranjak dewasa melalui peran manga.
Setahun lalu, yakni pada 15 Maret 2013, saya bersama keempat rekan saya berhasil memenangkan kompetisi di Jepang, dan kami mendapatkan kesempatan ke Jepang, akan tetapi dengan budget sebesar 120.000 yen perorang, atau sekitar 12.000.000 rupiah.
Uang tersebut merupakan uang akomodasi kami sejak dari Indonesia sampai kembali lagi ke Indonesia, selebihnya kami harus menanggung dengan uang saku kami sendiri. Tentu saja, perjalanan kami ke Negeri Sakura selama 5 hari di kota termahal di dunia, Kota Tokyo, membutuhkan strategi khusus untuk mendapatkan tiket pesawat murah. Terlebih Bulan Maret merupakan salah satu dari tiga bulan dimana harga tiket pesawat ke Jepang naik. Bisa dimaklumi karena pada bulan tersebut bersama dua bulan lainnya, bunga sakura mulai bermekaran.
Menikmati indahnya bunga sakura di Jepang memang menjadi ciri khas dari negeri ini. Walaupun sebenarnya pohon cherry juga tersebar di negara 4 musim lainnya, akan tetapi cherry di Jepang, atau biasa disebut sakura, lebih menawan karena pohonnya pendek. Kita semua tahu bahwasanya pada Bulan Maret, April dan Mei merupakan bulan berwisata menikmati mekarnya bunga sakura. Sehingga mau tidak mau, kami harus bertahan hidup di Jepang dengan uang sisa pembelian tiket pesawat.
Perjalanan kali ini merupakan perjalanan penuh perhitungan. Selain memperhitungkan keberangkatan, juga perlu memperhitungkan bagaimana cara agar bisa bertahan hidup selama 5 hari di negeri impian itu.
Beberapa hari kami terus mencari tiket pesawat termurah menuju Tokyo. Akhirnya kami menautkan keputusan untuk menggunakan Air Asia. Selain harga murah, kami mendapatkan kapasitas bagasi 20 Kg perorang. Sementara kami ada 5 orang, jadi total bagasi kami bisa terisi sebanyak 100 Kg.
Kami terus memantau sampai akhirnya mendapatkan kesempatan mendapatkan harga termurah dari maskapai Air Asia. Harga yang harus kami bayarkan adalah Rp 5.800.000 untuk pulang pergi. Alhamdulillah. Kami sangat bersyukur, maskapai lainnya tidak bisa kami dapatkan dengan semurah itu. Bahkan dengan uang sebesar itu, kami hanya mendapatkan tiket berangkat saja, lalu pulangnya bagaimana?
Keputusan kami memilih Air Asia ternyata tidaklah mengecewakan. Walaupun kami memilih maskapai termurah, pelayanan tidaklah murahan. Kami mendapatkan pelayanan yang sangat memuaskan selama perjalanan dari Surabaya-Malaysia-Jepang. Pesawat kami datang tepat waktu, dan sampai juga tepat waktu.
Keputusan kami untuk memilih bagasi sebanyak 20 Kg ternyata keputusan yang sangat tepat. Cara kami untuk menghemat keuangan adalah dengan membawa makanan mentah ke Jepang, lalu memasaknya disana. Diantara bahan makanan yang kami bawa adalah roti, coklat, mie, bubur, teh, kopi, gula, dan sebagainya. Kami bersyukur karena bisa membawa cukup banyak bahan makanan sehingga kami bisa menghemat pengeluaran kami selama di Jepang.
Harga tiket dan bagasi yang ditawarkan Air Asia yang sangat murah membuat kami sangat merekomendasikan anda untuk mencobanya, terlebih perjalanan jauh. Memang di dalam pesawat kita tidak mendapatkan Koran, majalah, makanan atau minuman, akan tetapi kita tetap diperbolehkan membawa makanan dan minuman. Disisi lain, harga yang terbayarkan sudah terlunaskan oleh pelayanan yang memuaskan.
Perjalanan kami menuju Jepang akhirnya mendarat di Bandara Internasional Hanneda. Di bandara ini kami berterima kasih kepada Air Asia karena telah mengantarkan dan memudahkan perjalanan kami.
Dari perjalanan singkat selama lima hari ini, akhirnya menjadi perjalanan yang benar-benar mengubah hidup saya. Sepulang dari Jepang, Alhamdulillah saya berhasil menerbitkan buku yang diedarkan dalam lingkup nasional oleh salah satu penerbit nasional. Buku tersebut berjudul “Cahaya Allah di Negeri Sakura”. Sebuah buku inspirasi dan motivasi agar pembaca mampu tergerak untuk pergi menuju negeri bunga sakura. Di dalam buku tersebut juga terdapat beberapa cara untuk memilih maskapai yang murah, tapi pelayanan sangat memuaskan.
Akhirnya, melalui Air Asia, perjalanan hidup saya mulai berubah. Dari seorang mahasiswa biasa, akhirnya berubah menjadi penulis buku skala nasional. Terima kasih Air Asia telah memberikan harga tiket pesawat yang murah sehingga tidak mematahkan semangat perjalanan saya ke Negeri Sakura. 

Senin, 11 Agustus 2014

Doa Yang Tak Sempat Terucap

Terkadang, sebuah doa tidak harus terucapkan, terpintas dalam fikiran saja, sudah bisa Allah kabulkan, tapi terbasahkan lidah dengan doa-doa, itu lebih baik.

Muraja'ah hafalan, terpintas dalam fikiran saya. Sepertinya sudah lama tidak mengulang kembali hafalan-hafalan. Tapi dengan siapa? Wallahu 'Alam. Saya belum menemukan pasangan muraja'ah malam ini.

Tapi tadi malam (10 Agustus 2014), terasa sangat berbeda, ketika salah satu Syekh dari timur tengah sedang menjadi imam di masjid tercinta saya, Masjid Abu Dzar Al-Ghifari, saya merasa ada getaran yang sangat mendalam. 'Seandainya saya bisa memuraja'ah hafalan bersama beliau'.

Dan, Qadarullah. Selepas shalat maghrib, santri pesma yang sudah di malang, dipanggil syekh tersebut untuk memurajaah hafalan, dan kebetulan yang masih di malang hanya sedikit. Cukup lega rasanya bisa cukup berlama untuk muraja'ah bersama beliau.

Kebetulan saya mendapatkan jatah maju kedua, surat apa yang hendak kamu muraja'ah. Lalu saya menjawab surat Al-Kahfi. Beberapa halaman terlalui, dan Alhamdulillah, selesai pula muraja'ah pada malam hari ini.

"Barakallah... MUMTAZ"

Itulah yang terucap dari syekh tersebut, yang membuat hati saya kembali bersemangat untuk menghafal surat-surat lainnya. Surat Yusuf. The Next target. Bismillah.

Minggu, 10 Agustus 2014

Berpacu Bersamanya.


Sebuah kata, tidak akan mampu menahannya. Hanya tindakan nyata yang mampu membuatnya tetap bersama kita. Kita tidak pernah bisa menahannya untuk pergi dan melaju. Kepergiannya lebih cepat daripada angin yang berhembus, suara yang bergemuruh, dan dingin yang menusuk. Jika tak mampu merasakan kehadirannya, hanya akan membuat kita hidup tersia-sia.

Maka, marilah kita sambut dia dengan segala persiapan yang kita punya. Karena begitu dia pergi, dia tak akan kembali, sedetikpun.

Dalam surat cinta, dia menjadi sebuah untaian ayat-ayat cinta yang semakin menggelorakan jiwa. Ya, tepat di surat ke 103, dia terfirmankan. Menjadi pelajaran bagi kita semua bahwasanya kita, patut menjadi orang yang menghargainya.

Sang Waktu. Begitu kencangnya engkau berlari, tak sanggup mengejarmu kala kau sudah pergi meninggalkan kami.

Ketika kami terlalaikan dengan kesibukan dunia yang fana, engkau terus menawarkan kesejukan surga bagi orang-orang yang tiada tergoda.

Sedetik waktu, sangat berharga bagi pelari yang sedang berlomba untuk merebut gelar Juara. Maka, berapa detik waktu yang kita sia-siakan untuk menjadi sang juara?

Juara akhirat yang tiada tandingannya dengan tujuan mendapatkan rahmat-Nya. Waktu sedetik, semenit, bahkan sejam untuk mengingatnya, menjadi waktu berharga. Maka, marilah kita berlari bersama sang waktu, mengejar kepacuan sang waktu.

Sabtu, 02 Agustus 2014

Sanggupkan Engkau Setangguh Dia?

Menyembunyikan perasaan cinta layaknya tulisan saya tentang Ali kepada Fatimah, dan Fatimah kepada Ali, merupakan sesuatu yang sangat luar biasa, padahal mereka adalah teman sepermainan kala kecil, tapi sanggup menahannya sampai pernikahan tiba. Ali, pemuda tangguh andalan Rasulullah Saw, memang tampak murung ketika sederet orang-orang hebat berusaha melamar Fatimah. Tapi, Ali manusia pilihan, sahabat terbaik Rasululillah yang menggantikan tidur Sang Kekasih ketika Sang Kekasih hijrah ke Madinah, tiada pernah akan merasa kehilangan sedikitpun atas apa yang telah diambil Sang Khaliq.

Memang, kita tahu betapa besar cinta yang dipendam Ali kepada Fatimah, tapi dia berusaha memendam, dan menyembunyikannya.

Ah, indahnya kisah cinta mereka. Sanggupkan Engkau Setangguh Dia?

Dan kini, tak kalah tertegunnya kita akan kisah seorang Sahabat Rasulullah dari Negeri Penyembah Api, ya, Salman Al-Farisi. Sebuah nama yang kini tiada hanya menghiasi jalur-jalur cinta para pejuang, akan tetapi juga menjadi sebutan bagi kamar saya, karena kebetulan ditempat saya tinggal di Malang, setiap kamar diberi nama-nama Shahabat Rasulullah, dan kebetulan sekali, nama kamar saya, "Salman Al-Farisi".

Kedatangannya dari Negeri Antah Berantah yang nun jauh disana, membuatnya tiada mengetahui tradisi yang ada di negeri tempat ia tinggal sekarang. Hingga, suatu ketika, dia bertemu dengan sahabatnya yang bernama Abu Darda'. Kita tiada pernah sanggup mengilmui Allah. Dan, pertemuan Salman dengan Abu Darda', sudah terencanakan oleh-Nya.

Salman merasa bahwa sudah saatnya dia harus menikah, mencari pasangan hidup yang sesuai dengannya, secara syar'i. Dan dia, sudah mempunyai seonggok nama yang akan menjadi calon istrinya. Nama yang barangkali sudah menjadi incarannya sejak lama.

Tapi, kedatangannya yang dari tempat nun jauh, membuatnya ditakdirkan untuk mengajak Abu Darda' ketempat calon mertuanya, karena Abu Darda' merupakan orang asli Madinah. Berangkatlah mereka.

Sesampai dirumah perempuan tersebut, Abu Darda' membuka pertemuan dengan bahasa logat Madinah. Pertemuan berjalan dengan lancar, hingga sebuah suara dari balik hijab menyelimuti ruang pertemuan mereka,
"Putri saya, tiada bisa menerima Salman sebagai pasangannya, tapi kalau yang mengantarkan Salman mempunyai kehendak yang sama dengan Salman, maka lamarannya akan diterima", dan ternyata suara Sang Ibu yang keluar dari bilik tersebut.

Kita bisa membayangkan betapa hancur hati Salman. Betapa malu wajah Salman yang sudah mulai memerah. Tapi, merah wajah, dan berantakan hatinya, segera dia redam, segera dia susun. Salman dengan cepat meredam perasaan malunya, dengan segera menyusun kembali serpihan hatinya, dan dengan segera mengucapkan, "Allahu Akbar, kalau itu yang diinginkan oleh putri Anda, maka tiada kata lain, kecuali saya akan merestuinya, dan akan menyiapkan segala kebutuhan pernikahan mereka," Sanggupkan Engkau Setangguh Dia?

MasyaAllah, kisah menyejarah itu, membuat kita harus tertegun dengan betapa banyaknya hikmah yang kita ambil. Kita melihat seorang Salman yang mempunyai maksud baik dengan melamar langsung perempuan yang tiada diketahui berapa lama Salman memendam perasaannya tersebut, tapi ternyata penolakan halus, bahkan memilih sahabat Salman sebagai Suami, merupakan hal yang sangat menyedihkan, tapi Salman, cintanya kepada Rabbnya lebih besar. Dia rela melepaskan perasaan cinta kepada Hamba-Nya hanya dalam waktu sepersekian detik. Dia, mampu menjaga perasaan sahabatnya, tiada egois dengan perasaannya.

Maka, marilah kita belajar dari Salman, yang kisahnya menyejarah, tiada pernah terbayangkan, perasaan yang terpendam dalam waktu lama, hanya berubah dalam waktu sepersekian detik, karena dia hanya menjadikan cinta kepada sesama hamba sebagai obyek, yang mampu dipindahkan kemana saja ketika Sang Khaliq yang menjadi Subyek tiada menghendaki. Inilah bukti cinta sejati Salman kepada Rabbnya. Sanggupkan Engkau Setangguh Dia?


Pasuruan, 2 Agustus 2014

Izzur Rozabi Mumtaz

Jumat, 01 Agustus 2014

Dimanakah Engkau?


Tiada pernah terlupa dalam benak kita shahabat tercinta Rasulillah yang mengabadi sepanjang masa. Kita tidak akan menyangka betapa sosok-sosok yang melegenda itu, mampu mengajarkan kita bagaimana mengelola cinta-Nya.

Mereka menjemput takdir, takdir akan adanya sebuah pertemuan besar yang mempertemukan dua insan. Tentu tak terlupa dalam benak kita bagaimana cemburunya seorang istri, ketika mengetahui suaminya mempunyai cinta pertama sebelum mereka menikah, tapi terbalaskan dengan canda ketika sang suami mengatakan, "Tahukah Engkau bahwasanya sosok yang dulu sangat aku cintai itu adalah Engkau?" Ya, tentu saja kita ingat bahwasanya itu adalah kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Binti Muhammad.

Kisah cinta mereka melenggang sepanjang masa, tak pudar dimakan zaman. Bagaimana tidak, mereka adalah teman main kala kecil, tapi mereka tiada mengungkapkan perasaannya, sehingga tibalah Abu Bakar untuk melamar Fatimah. Tiada jawaban "ya" untuknya, dan kita tentu tahu bahwasanya setelah Abu Bakar, disusullah oleh Umar, dan Utsman. Tapi Jawaban yang tiada jauh berbeda mereka dapatkan pula. Sampai, datanglah seorang Ali yang menghadap Sang Rasulullah. Memang tiada sambutan "iya", tapi Rasul memberikan pertanda sebuah bahwasanya lamaran Ali diterima.

Pernikahaan mereka berjalan lancar walaupun diselenggarakan secara sederhana. Pernikahan mereka sangat sakinah, mawaddah, rahmah, dan barokah. Hingga suatu ketika, terbalaskan oleh mulut Sang Istri pernyataan yang sama dengan suaminya beberapa detik lalu. "Tahukan Engkau, bahwasanya sebelum aku kau nikahi, aku sudah mencintai seseorang?". Ali tertegun mendengar pernyataan balik dari Sang Istri. Bagaimana tidak, sudah ada Orang selembut Abu Bakar yang pernah datang, Setegas Umar yang pernah melamar, dan sedermawan Utsman yang pernah mendatanginya. Mungkinkah?

"Dan, lelaki itu sekarang menjadi suamiku". Ya, inilah kisah cinta Ali dan Fatimah yang kian melesat tinggi mengarungi langit, dan menjadi kisah teladan tiada tara. Tidak ada yang mampu mengalahkan kisah cinta muda mereka. Walaupun usia Fatimah sangat muda untuk meninggal, tapi Ali tetap menjaga cinta pertama dan terakhirnya.

Kita mungkin terfikirkan dimana sejatinya ia berada. Bagaimana menemukannya. Banyak orang yang sudah mencari pasangannya kemanapun. Berpindah kota, berpindah provinsi, bahkan berpindah negara hanya untuk mencari tulang rusuk untuk melengkapinya, tapi tiada tertemukan juga, Walaupun akhirnya adalah tetangga sendiri, teman sepermainan, atau bahkan mungkin kita sudah berpindah-pindah kampus untuk mencari siapa tulang rusuk kita, tapi ternyata tertemukan dalam forum organisasi.

Wallahu 'Alam.
Bersabarlah.