Rabu, 15 Februari 2012

Ruang Hati



Di sebuah acara ospek fakultas, tepat di tanggal 18 Ramadhan 1431 Hijriah. Allah mempertemukanku dengan orang-orang asing yang belum aku kenal sebelumnya di dalam acara ini. Di dalam kelompok tersebut, kami dipandu oleh satu kakak tingkat.
“Assalamualaikum adik-adik” sapa kakak tingkat kami dengan ramah, tidak lupa senyumnya yang membuat acara ospek itu menjadi damai.
“Waalaikum salam kak” jawab kami serempak, kami berjumlah 13 orang dari jurusan yang berbeda.
“Bagaimana kabar kalian hari ini?,” dia melanjutkan pembicaraanya, “Ospeknya lancar kan?”
“Capek kak” Jawab salah satu anggota kami dengan nada sinis.
”Iya capek” yang lain menimpali.
“Kak ini sebenarnya apa sih? Kok kita ada dalam satu lingkaran seperti mau belajar bersama saja?” tanya teman yang lain lagi sembari bertanya-tanya.
“Oh ini namanya mentoring, disini saya sebagai pemandu kalian. Biasa dipanggil mentor. Disini saya akan mendampingi kalian selama satu semester, dan setelah acara ospek ini tiap pekan kita akan mengadakan pertemuan rutin.” Jawabnya secara bijak sembari menggerak-gerakkan tangannya.
”Ah, capek kak, jadi rangkaian acara ini masih lama ya kak?” keluh temanku yang di awal tadi.
”Tidak seperti itu, mentoring ini ibarat tempat adik-adik semua mencharge energi setelah sepekan berkutat dengan kuliah”
”Jadi acara ini tidak wajib ya kak?”
“Tidak diwajibkan, tapi diharuskan. Ibarat kita makan 3x dalam sehari, memang makan tidak diwajibkan, namun diharuskan untuk makan. Seperti itulah mentoring.” Senyumnya tetap menghiasi mentoring kami yang ternyata secara tidak sadar duduknya telah membentuk sebuah melingkar.
”Ada pertanyaan lain?”
”Saya kak,” temanku yang lain lagi sembari mengacungkan tangannya, ”Lalu fungsi lainnya dari mentoring untuk kita apa kak? Kok saya masih sedikit mengambang ya?” tanyanya dengan logat sedikit jawa medhok.
”Fungsinya tidak terasa sekarang, namun akan terasa ketika kalian istiqomah dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti mentoring ini.”
”Jadi kalau saya ga ikut, gapapa ya kak?”
”Tetap saja diharuskan dek. Kita ini ibarat sekumpulan domba yang sedang berkumpul, yang mana diluar sana terdapat serigala yang siap untuk menerkam, lalu ketika ada salah satu dari domba yang lengah atau bahkan lepas, maka serigala siap untuk menerkam.”
Sejak pertemuan itu, aku merasa ada yang memperhatikanku setiap harinya, dialah mentorku. Seakan-akan dia telah mengisi ruang hatiku yang telah kosong ini. Melaluinya, Allah telah mengajariku banyak hal dalam beragama.
”Dek, Sabtu depan kita mentoring ya.” Sebuah sms masuk ke dalam HP ku. Aku berusaha untuk tidak membalasnya, akan tetapi hati kecilku menyuruhku untuk membalas.
”Iya kak” balasku melalui pesan singkat tersebut. Akhirnya kami membuat kesepakatan terkait tempat dan waktu untuk mentoring.
Hari Sabtu pun tiba, aku mendatangi agenda mentoring itu. Dari kejauhan kulihat sosok yang pernah ku temui satu tahun yang lalu, dan ternyata dia adalah mentorku yang dulu. Wajah cerahnya masih saja seperti dulu. Dia datang menyambutku, dia memelukku. Menempelkan pipinya di pipiku, sembari berkata,
”Ana uhibbukum fillah akhi –saya mencintaimu karena Allah saudaraku-. Kami merindukan kamu untuk kembali di dalam mentoring ini.”
”Iya kak, saya juga merasa hampa ketika memutuskan untuk meninggalkan mentoring beberapa bulan lalu”
Akhirnya aku kembali kedalam dekapan persaudaraan mereka setelah sekian bulan kering tanpa persaudaraan. Terima kasih untuk saudara-saudaraku yang sudah mau menerimaku lagi

Rabu, 01 Februari 2012

Masalah jodohku?



Ketika mentari mulai menampakkan kecantikannya. Keanggunannya. Semangatku pun mulai nampak pula. Diterima di Universitas yang menjadi kebanggaan warga Malang, merupakan sebuah kenikmatan tersendiri dari Allah untukku. Bagaimana tidak, dari sekian ribu pendaftar yang belum diberikan kesempatan untuk memasukinya, namun Allah memberikan kesempatan untukku memasukinya.
Ketika di sekolah menengah atas di salah satu kota di jawa timur. Aku mendapatkan jabatan sebagai ketua OSIS. Menjadi seseorang yang pemimpin harus mempunyai kearifan tersendiri. Harus mempunyai wibawanya sendiri. Tidak harus ditakuti namun harus disegani. Seperti itulah pemimpin yang sebenarnya.
Kesibukan sebagai ketua OSIS membuatku susah untuk memikirkan yang namanya pacaran. Akan tetapi namanya juga manusia, aku juga pernah tertarik dengan perempuan, namun tidak pernah kuungkapkan. Selain karena kesibukan sebagai ketua OSIS, aku menahannya.
Semua berlangsung begitu saja, hingga akhirnya aku pun lupa dengan yang namanya cinta. Akhirnya aku mulai masuk ke Universitas. Karen sudah terbiasa tidak mempunyai pacar, akhirnya ketika kuliah pun tidak jauh beda. Aku lebih memilih berkumpul dengan teman cowok yang lebih sering main di kantin. Akhirnya aku pun mulai terbawa arus. Aku mulai terbiasa dengan kebiasaan mereka. Bergaul dengan orang-orang yang merokok sudah biasa. Keluar malam untuk nongkrong juga sudah menjadi hal yang biasa untukku. Ngopi. Main PS dan sebagainya mengisi hari-hariku di semester satu.
Hingga pada suatu ketika, di sebuah acara Fakultas aku duduk disebelah perempuan yang wajahnya tidak asing, seakan-akan aku pernah melihat perempuan itu. Tapi dimana? Aku pun mulai berfikir, ada apakah ini? Jantungku mulai berdetak. Aku mulai tertarik kepadanya. Siapa dia. Dia melihatku dan aku melihatnya, dia tersenyum padaku. Aku pun melemparkan senyuman kepadanya.
Perempuan berkrudung yang mengenakan celana levis tersebut benar-benar mulai menarik perhatianku, apakah ini yang namanya cinta? Aku mulai gugup. Aku pun mulai grogi. Namun karena sudah terbiasa dengan perempuan untuk bercanda, akhirnya aku memberanikan diri untuk menyapanya,
”Mbak darimana ni asalnya?”
”Dari Pasuruan”
”Loh kok sama ya mbak? Memangnya  Pasuruan  mana mbak.”
”Dulu kita satu sekolah, kamu dulu ketua OSIS kan?”
”Oh iya mbak”
Lalu kami berkenalan. Ternyata dia adalah teman sekolahku dulu. Sembari mengulurkan tangan, aku pun menyambut uluran tangannya. Sejak saat itu kami sering bertanya-tanya kabar. Bahkan tidak jarang kita saling sharing. Hingga akhirnya dia tergabung dengan Rohis di fakultas kami. Di mulai berubah. Dia mulai mendalami islam dengan benar-benar. Penampilannya sudah mulai berubah. Dari celana yang dulu dipakai, sekarang diganti menjadi Rok lurus yang besar. Krudung mini yang dulu ia kenakan, kini berubah menjadi Krudung yang sangat besar. Bahkan tidak jarang ketika dia mengendarai motor, aku melihat krudungnya melambai-lambai. Sungguh menarik hati memang perempuan shalihah seperti dia.
Suatu ketika kami bertemu, aku pun yang sudah akrab dengan dia, mulai menyapanya. Aku mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Dia meraih tanganku, tapi sebelum bersentuhan, dia menarik tangannya. Lalu mendekapkan tangannya. Menandakan dia tidak mau bersalaman. Dia ingin menjaga tangannya.
Dia sudah benar-benar berubah. Aku mulai tertarik apa yang dipelajarinya sehingga sanggup berubah seperti itu. Padahal dulu dia sama-sama kurang mengenal agama sepertiku. Namun ternyata dia mulai berubah.
Ketika menginjak semester 2, Open Recruitmen dari rohis fakultas pun mulai dibuka lagi, aku memberanikan diri untuk mendaftarkan diri disana. Akhirnya aku masuk sebagai staff syi’ar di rohis tersebut. Aku mulai benar-benar belajar islam.
Belajar islam ini kulalui dengan banyak tanda tanya. Kenapa harus memakai celana diatas mata kaki, kanapa harus memelihara jenggot, kenapa harus segala hal yang dikaitkan dengan teroris harus ada disini. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya aku pun mulai menyadari satu per satu, bahwa seperti itulah islam yang sebenarnya. Ternyata yang dianggap teroris tersebut hanyalah akal-akalan yahudi agar menjauhkan ummat islam dari pengetahuan agama secara menyeluruh.
Seiring berjalan waktu, aku sudah mulai jarang berhubungan dengan teman SMA ku dulu. Namun ketertarikan akan dia tidak dapat dihilangkan secara drastis. Hal itu kami aku lakukan mulai dari awal semester 2 hingga akhir semester 5, hingga pada akhirnya, di akhir semester 5, aku ditunjuk sebagai ketua Rohis, dan Keputriannya adalah perempuan yang pernah ku temui dulu.
Ternyata Allah sedang menguji kesabaranku. Seberapa sabar aku dapat menjaga pandangan darinya. Kalau dulu tidak pernah berhubungan karena tidak ada kepentingan sehingga tidak ada kesempatan ataupun alasan untuk menghubunginya itu masih wajar, namun sekarang banyak sekali kepentingan dengannya sehingga harus sering mengadakan komunikasi dengannya.
Hati ini ternyata harus bersabar, menunggu saatnya tiba. Sembari menunggu dan menjaga hati, aku harus mampu menjaga pandangan pula. Sebulan berjalan. Dua bulan berjalan. Hingga akhirnya satu tahun kepengurusan berjalan. Rasanya hati ini sudah mulai terdidik untuk lebih terjaga. Allah mentarbiyah Qalbu ini untuk menjaga pandangan dengan lawan jenis.
Namun di tengah kepengurusan. Ketua keputrian bercerita bahwa dia sudah menaruh proposal. Proposal apa yang dia maksud? Ternyata proposal yang dimaksud adalah proposal untuk menikah. Akhirnya aku sadar, fitrah setiap orang memang untuk sesegera mungkin menyempurnakan agamanya.
Aku saja dari semester 4 sudah ingin untuk menikah. Ya semua orang pingin. Tapi yang jadi masalah adalah kapan dan apakah siap? Namun tidak jarang kalau ternyata keadaan tidak berjalan lurus dengan harapan. Lalu yang bisa dilakukan adalah berusaha dan sabar.
Hingga pada akhirnya. Pada waktu semester 7. Aku mendapatkan undangan pernikahan. Awalnya aku hanya biasa saja, namun ternyata ada sedikit hal yang membuatku terkaget-kaget. Nama akhwat itu tertera disana. Dia akan menikah pekan depan. Subhanallah. Aku tidak tidak tinggal diam. Aku tidak akan mendoakannya saja agar menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, akan tetapi aku harus membantunya agar acara penting ini dapat dengan khitmad dilewatinya. Aku mulai menghubungi ikhwan –calon suaminy- untuk menanyakan apakah ada yang bisa dibantu? Akhirnya aku pun totalitas dalam acara tersebut hingga pada akhirnya mereka resmi menikah.
Masalah jodohku? Sekarang sedang di tangan Allah. Sekarang adalah menjalani hidup dengan berdakwah. Kalaupun mendapatkan jodoh di jalan dakwah ini, itu hanyalah bonus dari Allah. Namun itu bukan tujuan akhir dari dakwah, akan tetapi awal dari dakwah.

Wallahu ’Alam
Malang, 1 Februari 2012
09:06

Selasa, 31 Januari 2012

Ilmu = Usaha



Keilmuan memang dibutuhkan untuk membangun sebuah peradaban. Banyak sekali pendahulu-pendahulu islam yang tidak lepas dari dunia keilmuan. Bahkan menggemparkan sejarah dengan ilmu mereka. Ada yang di bidang kedokteran sampai ekonomi. Namun satu hal yang tidak mereka lepaskan. Keislaman mereka. Itulah yang menjadi dasar mereka sehingga ilmu mereka biasa disebut ilmu islam. Ada kedokteran islam. Ada ekonomi islam. Ada politik islam. Dan mungkin sebenarnya ada lebih banyak yang berbau islam daripada itu semua.
Terkadang yang membatasi kita untuk mencari ilmu lebih adalah merasa pintar sehingga tidak membutuhkan ilmu tambahan, atau malas karena sudah bisa mendapatkan ilmu dengan mudah di internet, radio, artikel dan sebagainya. Banyak kajian disana. Banyak ceramah ustad-ustad yang terkenal, sehingga malas keluar dari kamar, dan hanya medengarkan itu saja.
Ilmu yang didapat, sepadan dengan usaha yang dilakukan. Kalau usahanya minimal seperti itu, hasilnya akan berbeda dengan saudara kita yang bersusah payah untuk mendatangi kajian, bahkan rela jauh-jauh untuk mendengarkan majlis ilmu. Tidak jarang pula hujan datang, akan tetapi turunnya hujan tidak dibarengi dengan semangat untuk mendatangi majlis ilmu. Semakin deras hujan turun ke bumi, semakin naik semangat untuk  menghadiri majlis ilmu. Perjuangan sulit seperti itulah yang sangat dihargai oleh Allah. Karena pada dasarnya yang dinilai oleh Allah adalah usahanya. Seperti halnya ketika akan melaksanakan shalat, yang paling susah bukan melaksanakan shalatnya, akan tetapi ketika akan mengambil wudhu, ketika akan menuju masjid.
Ilmu ada dimana-mana, namun tergantung kita mau mengambilnya atau tidak. Mengambil ilmu-ilmu tersebut juga harus diberikan saringan sehingga ilmu-ilmu yang baik saja yang diserap. Karena tidak semua ilmu yang didapat itu selalu positif. Sama halnya dengan ilmu agama, tidak semua ilmu yang didapat selalu positif, terkadang ada yang kurang mengenakkan sehingga perlu diklarifikasi lagi.
Terkadang orang yang merasa banyak memiliki ilmu, maka dialah orang yang tidak memiliki ilmu. Orang-orang terdahulu sangat menghargai ilmu pula, sehingga lahirlah yang namanya penulisan Al-Qur’an, periwayatan hadits, bahkan sampai ilmu-ilmu islam lainnya.
Sekarang kita sedang menunggu siapa? Ilmuwan-ilmuwan muslim sudah sangat sedikit, lebih disibukkan dengan mencari dan mengejar duniawi sehingga tidak heran jika barat merebut kejayaan ummat ini.
Marilah saudaraku untuk bangkit dan selalu menuntut ilmu. Dimanapun itu. Kalian adalah seorang da’i yang ditakdirkan oleh Allah untuk masuk Fakultas Ekonomi sehingga melahirkan ekonomi islam, kalian adalah orang yang mengerti agama yang dimasukkan oleh Allah di Fakultas hukum sehingga bisa menciptakan hukum islam. Kalian adalah seorang ahli agama yang dimasukkan Allah ke Fakultas kedokteran sehingga mampu menyejahterakan kesehatan ummat islam dengan ilmu kedokteran islam yang dapat membantah segala konspirasi barat yang mengatasnamakan ”kesehatan” sehingga mudah untuk dipercaya. Seperti halnya vaksinasi yang dimasukkan oleh dunia barat ke seluruh dunia terutama negara-negara islam agar populasi ummat ini dapat turun, kalaupun berkembang, dapat dipastikan kurang normal. Kenapa seperti itu, itu semua karena ternyta vaksin mengandung racun yang
Menurut Dr. W.B. Clarke yang merupakan seorang peneliti kanker di Inggris mengatakan bahwasanya, Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya.
Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962 juga menyampaikan bahwasanya kasus polio meningkat secara cepat sejak vaksin dijalankan. Pada tahun 1957-1958 peningkatan sebesar 50%, dan tahun 1958-1959 peningkatan menjadi 80%.
Bahkan ada yang pendapat yang lebih parah dan wajib kita perhatikan bahwasanya polio sangat membahayakan, yaitu komentar dari Dr. William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth” yang menyatakan bahwa, tidak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.
Padahal Rasulullah sudah mengajarkan pengobatan islami. Ada madu, ada kurma, ada habatus saudah. Akan tetapi fitnah kepada ummat ini angatah besar, betapa tidak orang-orang sudah terdoktrin barat bahwasanya orang-orang yang menggunakan madu atau kurma atau bahakan habatus sauda sebagai obat, dianggap sebagai teroris. Sungguh konspirasi barat terhadap ummat ini sangat lah wajib diwaspadai.


Waallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 31 januari 2012
21:20

Senin, 30 Januari 2012

Black list kader



Kini kemakmuran Masjid Raden Patah hanya menjadi cerita yang bisa tidak bisa dilupakan untuk senior-senior masa itu. Fitnah yang berdatangan ibarat sebuah badai tsunami yang datang seketika, lalu menghancurkan semua bangunan yang dilewatinya. Akan tetapi, belajar dari tsunami. Separah apapun yang terjadi , Insya Allah masih bisa dibangun kembali. Seperti itulah dakwah yang coba dihancurkan kini, Allah pasti menolong hamba-Nya. Pertolongan itu sepadan dengan usaha yang dilakukan hamba-Nya. Masjid sebagai pusaran dakwah yang harus dipegang dan dimakmurkan. Dimakmurkan dengan suasana-suasana islami. Bukan dengan tradisi barat, atau yang sering kita lihat, ada beberapa takmir yang merokok. Wallahu ’Alam.
Sebagai sudut paling vital dalam dakwah, tempat yang pertama kali di bangun Rasulullah ketika sampai di madinah, beliau tidak langsung membuat sebuah rumah, akan tetapi membuat fasilitas untuk ibadah sosial terlebih dahulu. Masjid. Rasulullah sangat mengerti pentingnya masjid untuk pertumbuhan serta perkembangan dakwahnya kedepan.
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Moh. Natsir. Tokoh perubahan sebelum dan setelah kemerdekaan. Negarawan yang minus pujian tersebut membuat sebuah masjig yang paling fenomenal di Indonesia. Masjid Salman. Sebuah nama yang sangat indah ini membumbung tinggi di Indonesia. Mulai dari masjid ini, akhirnya dakwah bisa berkembang pesat.
Seperti itulah seharusnya masjid untuk kemenangan ummat ini. Akan tetapi perlu usaha yang keras untuk menciptakannya. Walaupun Rasulullah tidak merasakan secara langsung efek dari pembuatan masjid di Madinah sampai saat ini. Walaupun Moh. Natsir tidak melihat hasil dari perjuangannya di tahun 2012, akan tetapi semoga Allah yang membalas kebaikan mereka semua.
Sebuah usaha, berbanding lurus dengan hasilnya. Usaha yang dilakukan Rasulullah kala itu tidaklah mudah. Beliau harus melepaskan diri dari kejaran kaum kafir terlebih dahulu untuk mencapai madinah, berbalik arah dari tujuan, sembunyi di Gua Hira, yang akhirnya membuat sebagai kota islam. Sebuah kota yang saat ini diidam-idamkan ummat muslim. Kota yang madani.
Kita juga patut melihat lagi sosok seorang ibu muda yang ditinggal berdua di padang pasir bersama anaknya hanya karena itu perintah Allah. Kehausan. Kepanasan. Bahkan masih sibuk dengan anaknya yang saat itu masih kecil, yang masih sering menangis. Ibu itu berusaha mencarikan air untuk anaknya.
Dia melihat ke bukit Safa, dilihatnya ada oase yang sepertinya segar, namun setelah berlari menuju bukit itu, dia tidak menemukan apapun. Lalu ditempat yang berlawanan arah, di bukit marwah tepatnya, dia melihat oase yang kelihatannya sangat sejuk, namun setelah dia mendatanginya, dia menemukan sesuatu yang sia-sia seperti di awal tadi. Namun dari bukit marwah, dia melihat ada oase yang terlihat menarik hatinya, dia pergi kebukit safa, namun ternyata dia kembali belum menemukan apa yang dia inginkan. Dan dia melihat keadian yang sama hingga 7 kali, namun setelah langkah ketujuh selesai. Akhirnya Allah berkehendak lain, Allah mengeluarkan mata air murni dari kaki anaknya yang masih kecil, Ismail. Air yang biasa disebut air zam-zam tersebut ternyata hadiah dari Allah kepada sosok ibu muda yang berusaha mencari air.
Allah lebih menilai usaha yang dilakukan, bahkan kelihatannya di mata manusia itu hanyalah pekerjaan kosong, namun itu semua berbeda di mata Allah. Itulah sedikit cerita tentang ditemukannya air zam-zam yang saat ini masih dapat dinikmati orang-orang yang pergi kesana. Berusahalah sekuat tenaga, akan tetapi jangan lupa terus berdo’a kepada Allah. Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus.
Secantik-cantik rencana yang manusia buat, masih cantik rencana yang Allah buat. Believe it. Berawal dari beralihnya masjid kampus, hampir semua aktivitas dakwah mulai hilang satu persatu. Mulai dari kajian yang diadakan setiap hari senin sampai jum’at di Masjid Raden Patah ba’da Maghrib, sampai pertemuan pekanan atau biasa disebut halaqah yang biasa diadakan disana. Semua kebiasaan positif yang dapat membangun kader ke arah lebih baik, kini mulai hilang. Kader yang mulai kehilangan arah ketika masjidnya terampas. Akan tetapi mereka lupa atau bahkan tidak tahu bahwasanya ada salah satu ustad yang saat ini namanya tidak asing dengan kita berkata,
”Masjid Raden Patah sudah tidak bisa dipertahankan. Diluar masih banyak masjid-masjid untuk terus mencari dan mengembangkan ilmu”
Kurang lebih seperti itu tutur Ustad Alvin kepada takmir lama Masjid Raden Patah. Terkadang karena kurangnya komunikasi, menyebabkan perkataan tersebut tidak diketahui semua kader. Bahkan ada kader yang hanya mengharapkan pertemuan pekanan saja, halaqah. Ada kader yang mengharapkan kajian senin sore, kasensor. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwasanya itu semua masih kurang, masih sangat kurang. Apalagi seiring bertambahnya usia dan kedewasaan, tentu saja ilmu yang didapatkan dari kajian itu masih sangat kurang. Padahal ilmu diluar masih banyak, akan tetapi tidak semua kader mau untuk meraihnya.
Masih ada Masjid Ustman yang di belakang UIN, disana masih ada kajian yang membahas tentang keilmuan. Masih ada masjid Muhajirin di ITN. Masjid Assalam. Atau bahkan masjid Abu Dzar Al-Ghifari. Masjid di perumahan mewah yang terletak di Soekarno Hatta tersebut mempelajari banyak ilmu. Namun tidak semua kader mau memanfaatkannya.
Kader tarbiyah banyak yang tergantung dengan ustadz tarbiyah. Padahal ilmu dari jama’ah lain juga sangat diperlukan untuk dipelajari. Bahkan salah satu ustadz yang merasakan dampak dari kejadian fitnah di MRP, Ustadz Jalal, menyarankan agar kader sekarang harus lebih aktif mencari ilmu diluar. Beliau menyarankan untuk pergi ke kajian jamaah lain untuk mencari ilmu selagi itu masih positif dan dapat membawa perubahan pada dirinya dan lingkungannya.
”Ustadz tarbiyah tidak hanya sibuk di ranah dakwah atau syi’ar. Akan tetapi kami sibuk dengan dunia sosial yang berusaha mencetak masyarakat lebih madani. Dan ini menyita waktu kami pula. Apalagi ditambah dengan jumlah kader yang semakin tahun semakin meningkat, namun kualitas ustadz tarbiyah belum dapat menampung itu semua.”
Keilmuan yang rendah ditambah tidak adanya kemauan kader untuk mencari ilmu, menyebabkan kesombongan dan merasa diri sudah hebat. Padahal mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pendahulu-pendahulunya. Kalau kita melihat lagi, perhatikanlah Rasulullah yang masih saja mau untuk menerima wahyu dari Allah. Bayangkan kalau Rasulullah sudah merasa cukup dengan ilmu yang sudah beliau miliki, mungkin saja sekarang jumlah Juz di dalam surat Cinta-Nya tidak berjumlah 30 Juz. Wallahu ’Alam.
Bahkan generasi-generasi penerusnya masih seperti itu, seperti contoh lainnya, pemilik Mahzab yang paling populer di Indonesia, Imam Syafi’i, memiliki banyak guru dalam mencari ilmu walaupun ilmunya sudah banyak, namun beliau masih saja merasa kurang. Bagaimana kalau beliau sudah merasa cukup dengan ilmu yang ada? Bahkan beliau tidak pernah mewajibkan pengikut mahzabnya untuk selalu mengikuti apa yang beliau riwayatkan. Kalau ada yang lebih baik, kenapa tidak?
Namun terjadi lagi penyakit yang berusaha memecah belah, sehingga terjadi pemisahan antara kader yang mengaji atau mencari ilmu di jamaah lain dianggap membahayakan, dianggap mulai keluar dari jama’ah, sehingga terjadi jarak, lalu lama-kelamaan hubungan mulai renggang, kader tersebut di black list. Na’udzu Billah. Semoga hal tersebut tidak terjadi di tempat kita.


Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 29 Januari 2012
23:16

Masjid Raden Patahku, ini fitnah atau tidak, kita tetap berprasangka baik kepada Allah.



Kejayaan islam di brawijaya kini tinggal menjadi luka lama yang mungkin akan bisa disembuhkan serta dibalas di hari akhir nanti. Biarlah Allah yang membalas akan fitnah yang pernah terlontar tersebut. Karena pada hakikatnya hanya Allah lah yang menguasai hari pembalasan itu.
Sebuah surat masuk ke rektorat lantai 5. Surat yang meminta ijin untuk mengadakan kajian di Masjid Raden Patah tersebut berasal dari salah satu golongan menjadi awal kekeruhan di dalam dakwah ini.
Surat yang berisi perijinan untuk mengadakan kajian dari salah satu golongan tersebut disetujui oleh pihak rektorat, akhirnya takmir yang saat itu merupakan orang-orang dari aktivis dakwah kampus ini menyiapkan segala peralatan yang dibutuhkan untuk kajian tersebut. Ada beberapa jamaah yang datang, namun setelah lama menunggu, ternyata ustadz tidak datang-datang. Kondisi saat itu masih hujan, jadi mungkin ihsanudz dzonnya, ustad sedang kehujanan, akhirnya tidak bisa menghadiri kajian dari golongan tersebut, sehingga kajian dibatalkan oleh mereka ssendiri.
Namun ternyata Allah memiliki rencana lain. Dan sungguh tidak dapat diduga. Keesokan harinya 200 orang dari golongan tersebut mengadakan demo. Demo yang sangat aneh. Aneh karena menuntut untuk membubarkan takmir Masjid Raden Patah. Kenapa?
”Masjid tersebut hanya dikauasai golongan tertentu. Kami mau mengadakan kajian saja dihalangi”
Subhanallah itu lah pendapat yang keluar. Yah ternyata golongan yang akan mengadakan kajian kemarin merasa sakit hati karena kajian mereka dibatalkan. Padahal kalau dilihat lagi. Ternyata ada beberapa faktor yang membuat itu semua tidak terlaksana.
Banyak teka-teki serta rahasia yang harus dibongkar atas kejadian ini. Diawali dari sebuah fitnah yang akhirnya mendatangkan lebih dari 200 massa untuk berdemo di bundaran rektorat yang dulu masih belum ada. Bahkan ada tulisan yang sungguh tidak mengenakkan,
“Bakar Jenggot”
“Bakar celana cingkrang”
Ketua takmir saat itu sangat membela masjid kebanggaan Brawijaya tersebut. Sembari meneteskan air mata, dia meneriakkan,
”Kami tidak bersalah, ini fitnah”
Aktivis dakwah lainnya hanya dapat menariknya dari kerumunan massa saat itu. Mengharukan mungkin kalau kita sedang berada disana.
Namun waktu seakan berjalan cepat, tidak terasa sekarang sudah 3 tahun lamanya. Sudah 3 tahun lebih lamanya Masjid Raden Patah berpindah tangan dari masa keemasan, menuju jaman yang sekarang. Kalau dulu senior-senior 2007 keatas masih bisa merasakan nikmatnya ukhuwah yang tercipta dari masjid tersebut, mungkin sekarang 2008, 2009, 2010, 2011, atau bahkan maba 2012 belum merasakan nikmatnya ukhuwah yang tercipta di masjid ini.
Ternyata orang-orang belum memahami islam secara sepenuhnya. Masih banyak yang memahami islam secara setengah-setengah. Bahkan melakukan sunnah Rasul seperti itu dianggap menyimpang dengan mereka karena mereka lebih mendahulukan adat daripada islamnya, sehingga susah untuk memberitahukan hal tersebut kepada mereka. Atau bahkan hal ini seperti yang dihaditskan Rasulullah bahwasanya mendekati hari kiamat, fitnah terhadap ummat ini akan semakin banyak. Ternyata benar saja. Semua golongan saling memfitnah satu sama lain, padahal yang memfitnah belum tentu golongan yang benar, atau bahkan yang difitnah merupakan orang-orang pilihan Allah.
Sekarang sudah nampak sekali fitnah terhadap ummat ini, terhadap dien ini. Orang menganggap bahwasanya yang bercelana cingkrang itu teroris, yang berjenggot teroris, yang tidak membaca basmallah ketika shalat dianngap menyimpang. Subhanallah. Lebih banyak beristighfar dan belajar tentang islam, jangan sampai konspirasi yahudi sudah merasuki pikiran kita sehingga saling menjelek-jelekkan golongan lain. Surga yang dijanjikan kelak aalah milik Allah, bukan milik manusia. Percuma saja menggaungkan golongan, toh bukan punya satu golongan kok surga itu.
Wallahu ‘Alam darimana asalnya konspirasi ini tercipta, namun sebegitu hebatnya konspirasi tersebut membuat media lokal meliput dan membuat berita yang kurang mengenakkan mengenai aktivis dakwah di Brawijaya.
Keesokan harinya setelah demo berlangsung, salah satu koran lokal yang memuat berita tentang Brawijaya menggratiskan korannya. Dan Brawijaya menjadi berita hangat saat itu.
”Masjid Raden Patah Brawijaya dikuasai golongan tertentu”
Kurang lebih seperti itulah Sebuah kejadian yang membuat gempar UNIBRAW ini membuat beberapa perangkat UAKI dipanggil rektorat. Mereka disidang. Seakan-akan mereka adalah pihak yang paling bersalah. Yah, ini fitnah atau tidak, kita tetap berprasangka baik kepada Allah.

Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 29 Januari 2012
11:09

Masjid Raden Patahku, kader dakwah brawijaya mulai menurun



Kebangkitan islam di kampus sangat identik dengan perkembangan masjidnya. Kalau aktivisnya saja sudah jarang pergi ke masjid atau paling tidak jarang untuk berkumpul di masjid, maka dapat dipastikan bahwa kebangkitan kampus tersebut akan lama, atau kalau pernah mengalami kebangkitan, maka dipastikan dalam waktu dekat akan mengalami kemunduran. Ntah itu dari kemunduran moral atau atau kemuduran kader yang semakin lemah. Sebagai contohnya adalah brawijaya ketika aktivis dakwahnya menjadikan masjid sebagai tempat ”nongkrong” ikhwan untuk melakukan diskusi kecil-kecilan. Walaupun tidak jarang dari diskusi kecil-kecilan menjadi sebuah resolusi yang besar atau bahkan menjadi sebuah obat untuk mempererat ukhuwah diantara kader. Setelah menunaikan kewajiban shalat Duhur, seluruh kader berkumpul di masjid tersebut,
”Masih ada waktu satu jam yang bisa kita manfaatkan untuk berdiskusi”
Begitulah tutur salah seorang anggota kepada anggota lainnya ketika masjid benar-benar dimaksimalkan. Jadi waktu satu jam sangat menjadi perhiasan yang sangat mereka manfaatkan benar-benar. Namun itu cerita beberapa tahun yang lalu, yang saat ini sudah tidak kita lihat lagi. Yah kira-kira akhir tahun 2008 menjadi akhir semua, atau malah awal semua ini. Sekarang kader lebih memilih untuk memberikan sekat-sekat antara fakultas, sehingga satu brawijaya tidak saling kenal. Bahkan saat ini tidak jarang ada kader yang lebih memilih menghabiskan waktu satu jam, dua jam atau bahkan lebih di depan laptop atau HP untuk bermain dengan si biru -Red.facebook-, daripada menjalin ukhuwah dengan saudaranya.
Do’a Rabithah bermanfaat sebagai do’a pengikat, akan tetapi pengikat saja tidak cukup. Perlu usaha untuk mengikatnya. Tidak lantas hanya membaca doa itu, lalu duduk diam. Tidak terkadang juga diam ikhwah dalam bermain si biru dimanfaatkan untuk mengikat ukhuwah, namun tetap saja tidak sedikit yang tidak memanfaatkan itu. Lebih banyak bercanda di facebook yang dianggap sebagai strategi dakwah. Mungkin bercanda juga perlu, tapi ingat bercanda bisa melalaikan juga. Bahkan dapat menurunkan harga diri.
Bisa dikatakan kader dakwah brawijaya mulai menurun. Yang dibicarakan kebanyakan tentang politiknya, bukan lebih mengarah kepada dakwahnya, bukan mengarah kepada islamnya. Bahkan tidak sedikit kader yang merasa pintar dalam islam sehingga mati-matian mempertahankan doktrinnya, atau bahkan tidak mau kalah dengan pendapatnya. Padahal kalau disadari, bahwasanya ternyata kalau kita mempunyai satu masalah, lalu ditanyakan kepada 10 orang yang berbeda, maka akan menghasilkan jawaban yang berbeda pula. apalagi menanyakan kepada 10 harakah yang berbeda, pasti akan menemukan sebuah atau beberapa buah jawaban yang berbeda.
Banyak hal yang dibicarakan kader dakwah saat ini yang mereka anggap penting, tidak jarang ikhwan ataupun akhwat bahasannya nikah mulu. Padahal kalau dilihat lagi, apa yang sudah mereka berikan untuk dakwah? Namun apa yang sudah diberikan untuk dakwah, tidak lantas menjadi patokan untuk menikah pula, karena pada hakikatnya kita berdakwah tidak untuk menikah. Kalau bisa menikah di jalan dakwah, anggap itu sebagai bonus, bukan sebagai tujuan dari berdakwah.
Di dalam suatu kajian disebutkan bahwasanya orang yang merasa pintar, ternyata dia sendiri kurang pintar. Kebanyakan dari kader merasa cukup dengan membaca buku yang mereka miliki, atau bahkan merasa cukup dengan hafalannya, sehingga susah untuk ditambah, atau bahkan tidak bertambah-tambah. Padahal ustadz-ustadz yang sering mengisi di suatu kajian, mereka masih membaca, mereka masih terus belajar, bukan berarti mereka banyak mengisi tapi mereka tidak pernah diisi, kosong nantinya.

Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 29 Januari 2012
10:36

Kembali lagi ke dalam dakwah



Menyentuh seseorang dengan hati lebih mengena daripada menyentuh nya dengan keras, walaupun pasti kena, tetapi pantulannya akan semakin keras pula. Seperti itulah dalam proses pengkaderan. Tekadang kader-ader baru tidak mau disalahkan, oleh karena itu lebih baik disentuh dengan hati. Karena akan membekas dalam waktu yang sangat lama.
Seorang laki-laki paruh baya yang sudah tidak muda lagi ini mendapatkan amanah besar. Mungkin dulu namanya tidak banyak dikenal, namun ternyata seiring berjalannya waktu, beliau sering muncul di TV. Walikota dimana tempat mobil nasional –mobil esemka- lahir ini merupakan sosok perubahan yang patut menjadi contoh untuk walikota lainnya. Beliau adalah Joko Widodo, atau biasa dipanggil Pak Joko Wi.
Sosoknya yang sangat bijak membuat orang lain mampu menerima pemikiran-pemikirannya perlahan mampu diterima masyarakatnya. Seperti ketika membersihkan PKL dari jalan raya yang mengganggu pemandangan Kota Solo. Mungkin di kota-kota lain kebanyakan terjadi bentrokan dulu, baru dipindah. Hal tersebut tidak dilakukan Pak Joko Wi. Beliau lebih memilih mengajak para pedagang makan bersama dirumahnya sembari berdiskusi. Dan hampir tempat di Kota Solo diajak makan sembari diskusi bersama. Tidak mudah memang, namun beliau mengagendakan pertemuan rutin dengan pedagang itu tiap pekannya. Seperti halaqah saja. Hehe. bahkan paling lama, beliau mengajak diskusi selama 7 bulan. Sangat lama dan tidak semua walikota mau melakukannya.
Sosok yang sekarang paling disegani di Kota Solo ini merupakan sosok yang bisa dibilang fenomenal di tahun 2011. Beliau sempat memecat beberapa camat hanya karena tidak mau mematuhi peraturannya.
”Pembuatan KTP maksimal 2 hari. Pembayaran maksimal 5 ribu”
Ternyata masih banyak camat yang melawan, kalau tidak salah ada 5 yang menolak peraturan itu, namun keesokan harinya 5 orang tersebut sudah tidak tercatat lagi sebagai camat. Subhanallah.
Kembali lagi ke dalam dakwah, kita seharusnya mencontoh Joko Wi. Menjadi orang yang Friendly. Menjadi tempat curhat, entah itu kawan atau bahkan lawan. Menjadi tempat yang bisa dipercaya, sehingga membuat orang disekitar kita merasa terayomi.ketika semua sudah merasa terayomi, maka dakwah akan menjadi sejuk dan nyaman untuk dirasakan semuanya.
Terkadang sosok seorang pemimpin sangat jauh dengan masyarakatnya, namun ketika melihat Pak Joko Wi yang masih menyempatkan waktu untuk berdiskusi dengan masyarakatnya yang mau dia gusur dan menempati tempat yang lebih layak, mengingatkan kita betapa pentingnya pendekatan melalui hati. Semua orang bisa mengatakan, akan tetapi tidak semuanya mampu melakukan.
Ketika banyak orang ingin bertemu, maka permudahlah. Teringat akan sosok seorang Umar Bin Abdul Aziz yang ketika akan menunaikan tidurnya, tiba-tiba ada pejabatnya yang ingin memberikan laporan, seketika sang khalifah mempersilahkan pejabatnya masuk. Lalu mendengarkan dengan baik semua laporan yang diberikan oleh pejabatnya. Seperti itulah ketika menjabat sebagai Ketua Umum, permudahlah staff untuk berinteraksi dengan kita, jangan dipersulit. Setidaknya hal tersebut kita lakukan pula kepada adik-adik atau mentee kita, sediakanlah waktu kita untuk mengunjungi mereka atau bahkan mengirimkan tausyah kepaad mereka.
Terkadang kader dakwah merasa mereka bukan lah tanggung jawab kita, mereka adalah tanggung jawab Murabbi masing-masing. Itu salah. Mereka adalah bagian dari saudara kita. Murabbi hanya berusaha mengikat, sementara kita berusaha menguatkan ikatan itu.


Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 27 Januari 2012
17:29

Jumat, 27 Januari 2012

Kaderisasi, keilmuan, siyasi, keputrian, dan syiar.



Dien ini syumul, menyeluruh. Tidak tersekat-sekat oleh yang lain. Namun terkadang kita sendiri yang memberikan sekat. Seakan-akan saling bekerja sendiri-sendiri. Kalau di dalam buku renovasi dakwah kampus, seharusnya 5 elemen dakwah harusnya bersatu. Kaderisasi, keputrian, ilmi, siyasi, serta syi’ar haruslah saling berhubungan. Bukan memikirkan ladangnya masing-masing. Memang memikirkan lading dakwahnya sendiri juga perlu, namun memikirkan lading saudara yang lain juga diperlukan. Karena kita semua masih satu saudara.
Kenapa harus saling melengkapi? Ibarat kata sebuah bangunan dakwah yang dilengkapi dengan 5 elemen tersebut, namun karena satu elemen akan membuat bangunan dakwah itu tidak terlihat bagus, bahkan bisa-bisa roboh seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, kita harus saling menggenapi satu sama lain. Ketika saudara kita yang berada di ladang dakwah yang lain sedang melakukan kesalahan, alangkah baiknya kalau dibenarkan.
Itulah fungsinya berjamaah, berjamaah bisa menghaluskan yang kasar, menjinakkan gelombang yang sedang berkecamuk di lautan. Kalau jamaah ini kuat, tantangan sekuat apapun akan dapat diatasi. Tidak tersekat-sekat satu sama lain sehingga membuat dakwah terasa hambar.
Bahkan tidak jarang saudara kita yang sedang berjuang di siyasi fakultas sendirian, melawan anak-anak hedon. Ketika di Tanya,
“Antum pernah terfikir untuk keluar dari jamaah ini?”
“Pernah akh, tapi melihat kemaksiatan yang semakin menjadi-jadi disini, membuat ana bertahan di jamaah ini.”
Pernahkah terfikir untuk menanyakan kabar saudara kita yang sedang di siyasi? Ilmi? Kaderisasi? Keputrian –akhwat to akhwat-? Syiar? Atau kita saling berjalan masing-masing tanpa mengetahui kabar yang sedang terjadi di siyasi. Atau tanpa mengetahui kabar saudara kita yang sedang di ilmi. Atau bahkan tidak pernah menanyakan saudara kita yang sedang kesibukan memploting, kaderisasi. Coba sekedar bertanya kaifa khaluk? Atau apa lah. Terserah.
Terkadang teman-teman yang di siyasi juga terlewat batas dalam bercanda atau bahkan lewat jam malam dalam hal komunikasi dengan lawan jenis, maka syiar bertugas mengingatkan. Ketika ada kader yang tidak lagi memberikan halaqah atau bahkan sudah tidak dihalaqahi, maka kaderisasi bertugas untuk menegur.
Kalaupun tidak ada yang berinisiasi seperti itu, maka jadilah agent of change yang dapat merubah itu semua sehingga semua lading dapat ternaungi oleh teduhnya ukhuwah yang berusaha kita sebarkan. Tidak ada salahnya menjadi aktivis dakwah kampus yang berprestasi dalam bidang keilmuan serta kepolitikan. Karena kehidupan di luar kampus lebih keras daripada yang kita alami saat ini. Oleh karena itu persiapkanlah diri untuk lebih menempa itu semua.


Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 27 Januari 2012
14:08

Pemuda adalah permata bangsa yang sangat mahal



Sosok laki-laki yang masuk ke Indonesia tahun 1924 ini tidak banyak yang tahu, akan tetapi jasanya sangat besar dalam perkembangan islam di Indonesia. Seorang pedagang yang datang ke Indonesia dengan membawa banyak sekali barang dagangan berupa kain dengan tujuan mendapatkan banyak keuntungan. Namun ternyata keinginannya tidak berbanding dengan takdir yang Allah tentukan. Ternyata Allah lebih memilih dia menjadi seorang da’i daripada menjadi seorang pedagang.
Awal sampai di Indonesia, dia mendarat di Kota Pahlawan, Surabaya. Niatnya berdagang kain sangatlah besar. Hal tersebut di dukung dengan pabrik kain yang dibuatnya di Surabaya. Akan tetapi masyarakat sekitar lebih mengenalnya sebagai seorang yang ahli dalam bidang agama daripada bisnis. Namun dia masih tetap menjadi penbisnis kain. Akan tetapi islam di Indonesia lebih membutuhkannya sebagai seorang da’i daripada seorang penjual kain. Persis yang kalau itu menjadi partai islam ingin merekrutnya menjadi guru agama di Persis, dia pun menerima, akan tetapi dengan syarat pabrik kainnya yang ada di Surabaya dipindah ke Bandung, di daerah majalaya tepatnya. Akhirnya permintaaan itu dipenuhi. Akan tetapi selang beberapa lama kemudian pabrik tersebut tidak dapat berkembang pesat, akhirnya dia mencurahkan seluruh waktunya untuk berdakwah. Untuk Dien ini. Untuk islam.
Dia ingin memngembalikan masyarakat Indonesia yang saat itu sudah mulai tercekoki oleh budaya kristenisasi dan komunisme kepada Al-Qur’an dan hadits. Sedikit demi sedikit dia mampu mngembalikan risalah dakwah ini, dan mengembalikan tradisi sunnah serta mengejawantahkan Al-Qur’an.
Seperti itulah rencana Allah. Kita boleh membuat rencana, akan tetapi Allah lebih berhak menentukan mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk kita. Walaupun dia bersikeras untuk mendapatkan keuntungan dari berdagang, akan tetapi Allah berkata lain. Dia –Allah- lebih memilihnya untuk berdakwah. Dia adalah A. Hasan.
Ladang dakwah yang digarapnya adalah pemuda. Dia menganggap pemuda adalah permata bangsa yang sangat mahal. Rusaknya pemuda menandakan rusaknya bangsa pula, oleh karena itu kalau kita ingin melihat banga Indonesia 20 tahun kedepan. Maka lihatlah pemuda yang ada saat ini. Kalau saat ini pemuda jauh dari masjid, maka 20 tahun lagi juga tidak akan jauh beda. Atau bahkan malah lebih parah. Kalau pemudanya takut dengn islam, maka kedepan tidak akan jauh berbeda.
Kristenisasi dan komunisme menjadi musuh utama islam kala itu, walaupun ternyata budaya yahudi dengan fremasonry nya juga sudah masuk ke Indonesia. Namun nampaknya yahudi lebih takut dan memilih untuk bersembunyi di belakang kolonialisme.
Dulu berbeda dengan sekarang tntangan dakwahnya, sekarang budaya liberalisme yang membuat kebebasan tanpa batas membuat ummat ini semakin rusak. Itulah kenapa dulu A hasan lebih memilih pemuda untuk digarapnya. Salah satu pemuda hasil didik A. Hasan adalah Moh. Natsir dan Fachroedin. Kedua orang yang memiliki 2 sifat yang berbeda ini menjadi anak didik kebanggan A. Hasan. Natsir dengan karakter pendiam, lemah lembut, namun cara bicaranya yang memukau pendengar, atau bahkan dengan logikanya yang rapi dan sangat indah berusaha untuk mengimbangi saudaranya, Fachroedin yang berwatak keras disertai emosi yang meninggi. Dua orang berwatak berbeda namun dengan satu tujuan. Islam.
Sudah siapkah kita untuk generasi pembaharu? Atau bahkan masih duduk terdiam di depan laptop berlayar biru? (red. Facebook). Sudah siapkah kita mengimbangi ladang-ladang dakwah yang lain? Atau bahkan memberikan hijab dengan ladang dakwah yang lain sehingga kita hanya bisa mendengarkan keluhan mereka tanpa turut membantu.


Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 27 Januari 2012
14:40

Melepaskan diri dari barisan dakwah lalu berdakwah sendiri..



Dakwah ini tidak sebentar, sangat panjang perjalanannya. Coba perhatikan lagi, apa yang membuat dakwah bisa hidup selama lebih dari 1433 tahun. Ternyata ada janji Rasulullah yang mengatakan bahwasanya setiap 100 tahun ada generasi pembaharu yang siap untuk melahirkan dakwah lagi. Kalau sekitar tahu 1900 an keatas ada Moh. Natsir, lalu tahun 2000 keatas ada siapa?
Seharusnya mulai sekarang kita harus memikirkan juga siapa generasi penerus kita selanjutnya. Generasi penerus yang siap untuk memegang api dakwah ini. Kenapa harus api? Ya, karena kalau dilepaskan akan membakar sekelilingnya, namun kalau dipegang, akan menyiksa atau bahkan menyakiti yang memegangnya. Begitulah dakwah, semakin sulit saja tantangannya. Mulai dari internal dakwah itu sendiri, sampai pada eksternalnya yang tantangannya semakin besar.
Melepaskan diri dari barisan dakwah lalu berdakwah sendiri? Rasanya sangat bisa kalau hanya dipikirkan jangka pendek, akan tetapi ternyata kembali lagi, ternyata dakwah tidak bisa dilakukan sendirian. Bahkan orang paling bagus sedunia pun, tidak pernah lepas dari yang namanya jama’ah, yah Rasulullah ternyata tidak bisa sendiri sekalipun beliau adalah orang paling hebat di dunia. Sekalipun beliau adalah manusia yang namanya sering disebut tersebut tidak bisa hidup sendiri. Beliau membutuhkan yang namanya ”jama’ah”
Bahkan beliau membuat lingkaran kecil untuk mengkader, sehingga dari lingkaran kecil itu muncullah calon-calon pemimpin bangsa, sehingga menciptakan suasana yang islami. Akan tetapi tidak semua orang jaman itu merasakan nikmatnya halaqah bersama Rasulullah, hanya orang-orang terpilih lah yang beliau rekrut untuk menjadi kader terbaiknya.
Sampai saat ini, lingkaran kecil itu masih kita rasakan, namun tidak semua orang merasakannya. Tempat orang awam yang menyebutnya sarang teroris tersebut merupakan sarana pengkaderan Rasulullah sehingga memunculkan sebuah jama’ah dengan pergerakan islami. Lalu muncullah negara madani. Sebuah negara kecil yang tidak semuanya islam, masih banyak orang-orang yahudi di dalamnya, masih banyak orang-orang munafik di dalamnya, namun mereka merasa ternaungi dengan islam.
Akan tetapi sekarang ini, orang-orang awam phobia dengan islam. Hal tersebut tidak hanya saat ini saja, akan tetapi sudah lahis sejak 1928. ketika itu PKI lebih mendominasi media, mungkin saat ini juga. Sehingga dulu orang islam lebih merasa aman kalau tidak membawa-bawa nama islam. Hingga akhirnya diperparah ketika jaman Soeharto yang lebih menyudutkan islam dan mengidentikkan islam dengan teroris, sehingga kala itu islam seakan-akan kembali ke jaman rasulullah, yaitu berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Akan kah kita mengira islam sudah aman? Tidak kawan, ternyata ketika zaman Gus dur, islam terancam lagi. Terancam dengan dicabutnya peraturan tentang pelarangan yahudi di Indonesia. Akhirnya pada tahun 2000 yahudi berkembang di Indonesia.
Jaman Pak SBY juga tidak jauh berbeda, teroris yang semakin menyudutkan islam membuat aktivis dakwah di Brawijaya terancam. Pernah kah kita teringat saat dimana setiap ba’da dhuhur ikhwan berkumpul di masjid Raden Patah –Brawijaya- untuk mengembangkan gerak dakwah mereka? Akan tetapi itu tidak berjalan lama, takmir masjid diganti, dakwah mulai menciut. Semoga saja tidak mati, kalaupun mati, semoga itu hanya mati suri, sehingga ketika bangun lagi, dakwah akan lebih menggebrak Brawijaya. Mungkin perkumpulan setiap selesai dhuhur itu hanya dirasakan senior 2007 keatas. Akan tetapi, besar harapan teman 2008,2009,2010 dan 2011 ikut merasakannya.
Kembali lagi ke jama’ah, kenapa harus membutuhkan jamaah sementara sendirian saja bisa kok.
Coba kita perhatikan lagi kenapa Rasulullah mewajibkan shalat berjamaah? Padahal shalat sendirian bisa lebih khusyu’ atau lebih lama dalam mendalami setiap ayat yang dibaca. Atau bahkan ada yang merasa bahwa shalat sendiri lebih cepat, tidak harus menunggu iqomah, atau bahkan tidak harus menunggu barisan lurus baru melaksanakan takbir. Akan tetapi memang kekeruhan dalam berjamaah itu lebih baik daripada kejernihan namun dilakukan sendirian. Dengan adanya berjamaah kita akan lebih dekat dengan sudara-saudara kita yang kesibukannya berbeda-beda. Bertemu dengan saudara-saudara yang hanya bisa ditemui ketika waktu-waktu shalat saja. Atau bahkan ibarat sebuah lidi yang digunakan membersihkan kotoran. –mungkin kiasan ini sudah lama dan sering kita dengar-. Kalau hanya dengan satu lidi, akankah bisa untuk membersihkan kotoran ayam yang sedang mengotori lantai? Coba kalau satu satu lidi tersebut digabungkan? Kotoran 10 ayam pun bisa untuk dibersihkan.

Wallahu ’Alam.
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 27 januari 2012
09:19

Aku sudah tidak tertarik pada orangnya



Mengenai hati. Salah satu bagian tubuh yang paling sensitive. Sakit yang dirasakan oleh tangan akan dapat hilang begitu saja. Sakit yang dirasakan kaki, juga tidak akan bertahan lama. Namun. Sakit yang dirasakan oleh hati? Akan bertahan sangat lama, apalagi kalau hati itu sudah luka, lalu ditambah dengan luka yang kita berikan akan membuat sakit hati semakin parah.
Di dalam pengkaderan –karena di bagian kaderisasi, jadi bahasan saya tidak jauh-jauh dari ini, hehe- dibutuhkan pendekatan lewat Qalbu. Karena pendekatan ini termasuk pendekatan paling ampuh untuk mengikat seseorang. Pernah ada sebuah cerita tentang seorang yang ingin memerangi dakwah, namun ketika awal masih menjadi maba, dia sangat dekat dengan teman-teman aktivis dakwah kampus, dia orangnya sangat care, terkadang dia meluangkan waktunya untuk sms ke adik-adik tingkatnya, menanyakan keberadaannya.
”Adik sekarang dimana?”
”Di kosan kak”
Tidak lama kemudian dia sudah sampai kosan atau kontrakan adik tingkatnya untuk mengunjunginya. Terkadang kalau teman atau adik tingkatnya sakit, dia rela menunggu hingga sembuh, memberikan perhatian lebih bahkan memberikan sebuah pijatan yang terkadang membuat sang adik atau temannya merasa dihargai, atau bahkan terasa di rumah sendiri karena ada yang sangat perhatian kepadanya. Namun seiring berjalannya waktu, kader yang sangat perhatian ini –mungkin- kurang mendapatkan perhatian dari teman-teman kader yang lain, sehingga dia merasa terasingkan, lalu membuat pergerakan tersendiri. Yah tepatnya pergerakan untuk melawan dakwah. Lalu darimana anggotanya? Ternyata dulu dia tidak hanya care dengan aktivis dakwah, dia dekat dengan semua. Sehingga ketika dia meminta bantuan kepada teman-temannya yang lain, teman-temannya menanggapi dengan tangan terbuka dan siap. Bahkan terkadang aktivis-aktivis dakwah merasa berat untuk melawannya. Karena dia dulunya sangat perhatian dengan mereka.
Sudah berapa adik yang kita kunjungi sampai saat ini? Mana perhatiannya? Inikah yang namanya ukhuwah? Atau ukhuwah itu hanya terbentuk dengan teman seangkatan saja, bahkan merasa jadi senior jadi tidak membutuhkan adik-adik untuk dikunjungi?
Sekarang kita perhatikan lagi aktivis dakwah yang beredar di sekitar kita, jumlah mereka semakin banyak, tapi terkadang seperti hidup sendiri-sendiri. Semua sibuk dengan laptop barunya, sibuk dengan modem barunya, sibuk dengan permainan baru di HP atau laptopnya, sibuk dengan game yang tidak bermanfaat sama sekali, atau bahkan yang paling parah sibuk dengan facebooknya.
Namun kembali lagi, aku sudah tidak tertarik pada orangnya, namun tertarik kepada sistemnya. Orangnya sebentar lagi sudah berganti kok. Tinggal menunggu waktu. Siap atau tidak. Atau bahkan tidak menerima breakdown dari yang atas sehingga semakin buruk. Atau bahkan karena melihat yang atas seperti itu, jadi yang bawah ikut-ikutan.
Berdakwah dengan hati akan lebih mengena dibandingkan dengan lisan saja. Berdakwah dengan hati memang lebih mengena, akan tetap berdakwah melalui hati tidak dapat berjalan dengan baik kalau tidak dibantu organ-organ tubuh yang lain. Seperti lisan untuk berbicara, kaki untuk berjalan menuju obek dakwah, dan tangan untuk melakukan hal yang lainnya.
”Tidak ada gading yang tidak retak”
Namun kita sebagai manusia yang berfikir, diusahakan untuk memperbaikinya. Kalau mengingatkan lewat lisan takut dikira sok, yasudah lewat tulisan, semoga bermanfaat. Kalau ada yang salah mohon ana diingatkan. Kalau ada yang bilang terlalu frontal. Monggo diingatkan sebelum terlampau jauh membahasnya.

Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi
Malang, 26 Januari 2012
06 :08

Kamis, 26 Januari 2012

INI ISLAMKU, MANA ISLAMMU?


Ada yang bilang kalau saya itu terlalu menurut dengan apa yang dikatakan murabbi saya, bagaimana tidak mau menurut, semua pendapatnya baik, semua yang diperintahkannya baik-baik. Baikkah ketika dia menyuruh saya melaksanakan shalat jamaah lima waktu? Sangat baik, yang tidak baik itu ketika dia meyuruh saya melaksanakan jamaah shalat wajib enam waktu. Baikkah menurut anda ketika dia berkata, ”berbuat baiklah kepada orang tua”, sangat baik bahkan Allah sendiri menyuruh kita untuk melakukannya melalui ayat-ayat cinta-Nya. Sungguh saya tidak tahu apa yang ada di fikiran orang-orang yang menjelek-jelekkan pertemuan ini.

Bahkan sempat tersiar kabar bahwa saya sedang mengikuti islam garis keras. Kalau ada islam garis keras, berarti ada yang garis bengkong, garis lonjong, atau bahkan islam garis lunak. Mohon maaf, islam itu satu. Tidak ada yang seperti itu. Kalaupun ada yang membuat bom, itu orang islamnya, bukan islamnya. Kalau ada yang menajiskan orang islam yang bukan golongannya, berarti yang bermasalah itu adalah organisasinya, bukan islamnya. Islam itu sunnguh Rahmat bagi seluruh alam.

Sungguh lucu jika ada orang islam mengatakan saudaranya yang tidak mau berjabat tangan dengan saudara lainnya yang bukan mahramnya sudah dikatakan islam garis keras. Saudaranya yang menggunakan celana diatas mata kaki dikatakan mengikuti ajaran sesat. ”Ah, surga masih jauh” seperti yang tergambar di dalam buku Dalam dekapan ukhuwah karya Salim A. Fillah. Sepertinya saudara kita yang mengatakan seperti itu membutuhkan suatu pelajaran yang lebih tentang ilmu islam. Sekarang bagaimana  cara kita untuk mengislamkan orang islam yang fikirannya sudah terpengaruhi pemikiran-pemikiran liberal. Pikiran-pikiran bebas. Disangkanya surga miliknya semata.

Saya sungguh heran dengan orang liberal, bagaimana bisa mereka membolehkan mencopot krudung mereka ketika mereka sudah mempunyai suami dengan alasan krudung hanyalah sebagai guard –pelindung-, sekarang kan mereka sudah punya pelindung, yaitu suami mereka sendiri, Na’udzu billah. Sungguh jilbab itu memang sebagai pelindung, tapi satu hal yang mereka tidak terapkan, yaitu jilbab sebagai pelindung sekalipun mereka mempunyai guard. Allah sendiri berfirman kepada mereka yang sudah mempunyai suami di dalam sebuah ayat di Al-Qur’an yang isinya seperti ini, ”Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ’hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenali, sehingga mereka tidak akan diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, maha Penyayang.” (Q.S Al-Ahzab : 59)

Sudahkah mereka berfikir tentang itu? Masih banyak permasalahan-permasalahan agama yang dianggap gampang. Memang islam itu mudah, tidak perlu dipersulit, namun satu kata yang terlewat dari mereka, yaitu jangan memudah-mudahkan agama.

Ketika jaman rasulullah pernah ada yang menghadap rasulullah,

”Ya Rasulullah, saya telah melakukan hubungan suami istri dengan istri saya ketika sedang berpuasa di bulan ramadhan, apa yang harus saya lakukan?”

”bersedekahlah dengan seekor unta”

”Ya Rasulullah, saya ini miskin.”

”bersedekahah dengan emas”

”Ya Rasulullah, uang untuk membeli makan saja terbatas”

”carilah orang termiskin di negeri ini, berilah dia makanan untuk berbuka”

”Ya Rasulullah, lah wong saya ini orang termiskin di negeri ini”

”kalau begitu berbukalah”

Sungguh mudah kan islam itu? Namun sekarang ini banyak yang memudah-mudahkan dengan berdasarkan pengertian-pengertian mereka sendiri. Jangan sampai nanti karena islam itu mudah, jadi shalat wajib digabung menjadi satu dalam satu waktu. Memang ketika kita melakukan perjalanan dengan hambatan susah melaksanakan shalat, maka memang dapat di qasar, namun ketika tidak ada hambatan kenapa digabung? Apalagi dijadikan dalam satu waktu. Sungguh Rasulullah tidak mengajarkan demikian. Liberal itu memang ada, namun jangan mau islam kita diliberalkan!!

Pernahkah anda mendengar pertanyaan seperti ini, ”Kamu ngapain puasa kalau hanya menunggu bulan ramadhan saja?”, tidak ada tanggapan serius tentang pertanyaan itu, karena pertanyaan seperti itu hanya dapat dijawab denan menggunakan logika, ”kamu masak kalah sama ulat? Ketika waktunya tiba, dia berpuasa untuk berubah menjadi kupu-kupu yang diidam-idamkan orang. Kenapa seperti itu? Karena ulat tadi tidak mau mati dalam keadaan hina, dalam keadaan dimana stiap orang menggunjingnya. Kamu mau kalah sama ular? Ular saja setiap beberapa bulan sekali mengadakan acara berpuasa untuk mengubah kulitnya. Lihatlah, hewan berbisa saja mau melaksanakan puasa!!”


Wassalam
Izzur Rozabi
Pasuruan, 1 Agustus 2011
06:05

INI FACEBOOKKU MANA FACEBOOKMU?


Hampir setiap diantara kita mempunyai facebook. Kalau orang Indonesia berwacana, orang yang tidak dapat membaca adalah orang yang buta huruf, namun berbeda lagi ketika kita berada di Amerika serikat. Orang Amerika mengatakan dirinya buta huruf ketika dia tidak update dengan teknologi saat ini, oleh karena itu marilah kita pelajari serta memanfaatkan teknologi yang ada saat ini. Saya merasa bangga kepada anak bangsa yang saat ini tidak hanya memanfaatkan tetapi juga menciptakan teknologi yang baru.

Salah satu teknologi yang digemari Di Indonesia adalah internet. Suatu penemuan yang sangat bermanfaat namun juga merugikan. Tergantung yang menggunakan. Kalau internet digunakan dengan sebaik-baiknya seperti menyebarkan kebaikan lewat internet, memberikan info yang bermanfaat lewat internet maka dapat dikatakan bahwa internet sangat bermanfaat. Namun sisi yang berbeda jika menggunakan internet hanya untuk melakukan hal-hal yang negative saja. Padahal masih banyak hal positif lainnya.

Facebook yang saat ini sedang menguasai Indonesia merupakan salah satu produk internet. Sebagian besar pengguna facebook di dunia berasal dari Indonesia. Namun sekarang yang menjadi pertanyaan besar adalah apa yang kita peroleh dari facebook? Keuntungan atau kerugian?

Kalau yang diperoleh darinya adalah sebuah adalah sebuah kebaikan semisal mempererat jalinan ukhuwah –persaudaraan- dengan kawan-kawan lama, ataupun setiap hari update status dengan kata-kata yang baik dan berisi nasihat yang bertujuan untuk dakwah, maka dapat dikatakan bahwa facebook yang sedang anda kenakan tidak sedang bermasalah. Bahkan dapat dikatakan bahwa anda merupakan salah satu orang beruntung seperti yang digambarkan Al-Qur’an.

“Demi masa. Sungguh, manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran” (Q.S Al-‘Asr :1-3)

Namun berbeda lagi jika facebook yang kita buka setiap hari malah menimbulkan sebuah kemudharatan –kerugian-, misalnya setiap saat update status, namun status itu ditujukan untuk menarik perhatian orang, berkeinginan setiap orang mengetahui keadaannya, mengetahui apa yang sedang dirasakan. Setiap saat mengadu ke facebook. “Lapar”, “Sakit”, “kok ga da yang perhatian sama aku ya?” dan sebagainya. Sungguh itu adalah perbuatan syirik wahai jamaah facebooker!!! Allah tidak menyukai pembanding dengan diri-Nya.

Kalau menghabiskan waktu untuk bermain facebook seharian namun dengan tujuan yang jelas seperti digunakan untuk promosi suatu barang jualan yang halal, maka dapat dikatakan kalau facebook berfungsi dengan baik. Namun berbeda pula ketika menghabiskan waktu seharian untuk bermain facebook, namun hanya untuk bermain game yang hanya akan melalaikan shalat, melalaikan tilawah, melalaikan agenda-agenda lainnya.

Pernahkah anda berfikir bagaimana perasaan orangtua serta saudara anda ketika melihat foto-foto kita di facebook? Cemburu!!! Yakin lah itu yang terjadi dengan mereka. Kalau pun mereka tidak cemburu melihat itu semua, berarti ada saraf yang salah dengan mereka. Bagaimana tidak, foto anak atau saudaranya terpampang di facebook dengan berbagai model, kok yah malah dibiarkan dengan alasan, “Ah, mereka kan masih muda” yah karena mereka masih muda itu harus dijaga. Kalau kita menjaga diri karena Allah ketika masih muda, maka Allah akan menjaga kita ketika kita tua. Jiwanya masih labil. Sering terbawa teman. Kalau saja ada yang melihat anak atau saudara anda memasang foto paling menariknya, terus menimbulkan suatu nafsu dari yang melihat, siapa yang akan disalahkan di pengadilan Agung kelak? Yang melihat? Atau yang memasang foto?

Kalau anda memajang foto terbaik dengan maksud untuk menyombongkan diri merasa paling ganteng atau pun cantik, maka malulah anda.

"Tidak akan ada rasa malu dalam sesuatu kecuali telah dihiasi olehnya, dan perbuatan keji tidak terdapat dalam sesuatu kecuali menjadikannya sebagai aib." (Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam)


Wassalam
Izzur Rozabi
Malang, 4 Agustus 2011
09:25

INI DOKTRINKU, MANA DOKTRINMU?


Setiap orang pasti pernah mendapati dirinya disuruh, diperintah, ataupun diajak oleh orang lain. Ada sebuah ajakan yang baik, ada juga yang buruk. Ada perintah yang baik ada juga perintah yang buruk. Tergantung apakah kita memilih ajakan atau perintah itu atau tidak. Contoh ajakan dan perintah yang baik apa saja yang terdapat di dalam, surat Cinta abadi Milik-Nya, Al-Qur’an. Pernahkah anda menemukan sebuah kecacatan di dalamnya? TIDAK!!!

“dan sungguhh, kamu akan mengetahui (kebenaran) beritanya Al-qur’an setelah beberapa waktu lagi” (Q.S Az-Zumar : 88)
           
Berbicara mengenai ajakan dan perintah, pernahkah tersadar di dalam pikiran anda bahwa itu dinamakan sebuah doktrin. Apa yang tergambar di lintasan fikiran anda ketika saya menyebutkan kata “doktrin”? Kenapa kebanyakan orang saat ini memperdebatkan tentang sebuah doktrin, tidak ada yang salah dengan doktrin. Seperti yang saya sebutkan di atas, tergantung doktrin -perintah dan ajakan- yang diberikan ; Buruk atau baik.

Setiap orang pasti mendapati sebuah doktrin dari orang lain setiap harinya. Contohnya simple lagi seperti ketika kita akan turun dari bus kota, pasti kondektur bus akan mengatakan, ”turun kaki kiri ya mas.” seketika kita akan menuruti apa yang diperintahkan oleh kondektur tersebut agar tidak terjatuh. Namun berbeda lagi dengan pelanggan yang tidak mau mematuhi kondektur, pelanggan yang menurunkan kaki kanannya terlebih dahulu, pasti akan kesusahan, bahkan pasti akan terjatuh dari bus. Sungguh kita hidup setiap hari tidak lepas dari itu semua.

Selama doktrin itu baik, kenapa tidak diterima? Sekarang ini sangat banyak orang-orang yang didoktrin untuk menjadi lebih baik, namun tidak banyak pula dari mereka yang menolak dengan berbagai alasan.

“Yuk kita shalat jama’ah dulu”

”Ah nanti saja saya shalat sendiri di rumah/kos”

Apakah itu sebuah doktrin? Jelas itu sebuah doktrin, contoh sederhana itu adalah doktrin yang positif yang tidak sedikit dari kita menolaknya.

Terkait dengan doktrin, sudahkah anda mendapatkan doktrin dari kedua orang tua anda untuk memilih agama? Atau anda hanya mengikuti kehendak mereka tanpa bertanya apa itu islam? Kenapa harus islam? Bagaimana menjadi muslim sejati? Kenapa harus shalat? Atau bahkan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Mulailah pertanyakan itu kepada orang tua anda. Jadilah orang yang menerima nikmat berupa islam. Jadikan islam itu pilihan kita, jangan jadikan islam hanya sebagai warisan dari kedua orang tua kita sehingga membuat anda tidak berkembang tanpa memahami islam lebih luas, hanya mengikuti orang tua saja, kalau orang tua tidak shalat, ya anda tidak shalat. Mungkin hal seperti itu yang harus diperbaiki. Sebuah keluarga merupakan tempat calon-calon generasi penerus dilahirkan. Tempat para pemimpin bangsa dimulai dari tataran sebuah organisasi kecil yang dinamakan keluarga.

Kenapa islam berkembang di kalangan mahasiswa terutama di kampus-kampus besar atau kampus yang akan berkembang menjadi besar? Karena mereka itu orang-orang pilihan yang pintar dalam mengambil sebuah pilihan, jadi mereka pasti akan berfikir arti dari sebuah kebenaran serta bagaimana keadaan ummat ke depan kalau kerusakan moral terus-terusan terjadi. Pemikiran mereka tidak hanya terbatas untuk generasinya saja. Kalau pun di generasinya tidak berhasil, maka hasil yang diperoleh adalah sebuah keikhlasan demi kejayaan islam, bukan sebuah penyesalan. Mereka akan yakin bahwa generasi selanjutnya akan dapat menang dengan mengambil pelajaran-pelajaran dari generasi sebelumnya.

Saya terkadang ingin tertawa sendiri ketika ada seorang alumni S1 di sebuah perguruan tinggi negeri di salah satu kota besar di indonesia yang memberikan sebuah doktrin yang kurang baik kepada saya ketika saya baru memasuki kuliah, dia mengatakan, ”Kamu jangan ikut-ikutan organisasi-organisasi kerohanian di kampus ndul-begitu caranya memanggil saya-,pasti kamu nanti diajari mengucapkan salam kepada setiap orang di manapun bertemu, nanti kamu akan diajari kata-kata aneh seperti akh, ukh, ana, antum, dan yang lainnya”, laki-laki yang dulu saya kenal baik sekali itu melanjutkan doktrinnya, ”Kamu juga nanti diajak ikut pengajian tiap minggu –pekan-, pengajian itu tidak akan menghadirkan seorang kyai, hanya ustad muda. Nanti kamu juga pasti dikasih lagu-lagu nasyid, lagu-lagu islam. Nanti kedepannya, kamu akan dihadapkan dengan politik negara”

”Siapa yang mengajak kepada kebaikan ,maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan siapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR Muslim)

Subhanallah. Adakah yang salah dengan itu semua? Mungkin ada diantara anda yang beranggapan bahwa itu semua salah, atau sebagian salah, atau bahkan tidak ada yang salah. Namun itu adalah sebuah doktrin sejajar, yaitu doktrin yang memiliki tujuan agar kedudukan saya sama dengan dia. Mungkin dia dulu ketika berada di kampus tidak mengikuti kerohanian, sehingga ketika saya baru memasuki kuliah sudah di doktrin -ajak- seperti itu agar nasib kami berdua sama. Tidak ikut organisasi.

Ketika saya mendapatkan doktrin seperti itu, saya malah berfikiran untuk bergabung dengan mereka, bahkan setelah memasuki tempat mereka, saya berusaha untuk terus mengikuti kegiatan mereka.  Saya ikuti kajian mereka, dan bahkan benar apa yang dikatakan teman saya, yang mengisi adalah seorang ustad muda, bahasan  yang disampaikan lebih mengena dengan pemuda saat ini, bahasannya di kemas dengan bahasa yang sederhana. Sungguh nikmat mengikutinya, tidak ada salahnya teman saya tadi mendoktrin saya seperti itu sehingga membuat saya mengikutinya, ini adalah cara Allah untuk mempertemukanku dengan mereka. Adakah hikmah yang dapat diambil? Jelas ada, kalau dia tidak memberikan doktrin seperti itu, mana mungkin saya berusaha mencari tahu kerohanian yang ada di kampus. Semoga saudara saya tadi juga mendapatkan balasan atas semua ini, baik atau buruk, Wallahu ’Alam.

Terkait masalah politik, barang siapa yang mencintai agamanya, pasti akan mencintai negaranya. Itu adalah sebuah fitrah yang tidak dapat terpisahkan. Oleh karena itu seorang muslim tidak akan terlepas dari sebuah negara. Jadilah muslim negarawan seperti yang dicontohkan Rasulullah. Bersih. Jujur. Amanah. Tidak seperti politik yang saat ini terjadi di belahan dunia.

Kalau ada yang mengatakan sebenarnya politik itu kotor, maka ijinkan saya berpendapat bahwa politik itu memang kotor, namun tergantung siapa yang memanfaatkan. Ibarat kotoran ayam, kalau orang biasa yang melihatnya, itu akan menjadi sesuatu yang menjijikkan bahkan sangat meresahkan. Lalu bagaimana jika yang melihat itu adalah seorang petani atau peternak? Itu adalah lahan untuk menghasilkan uang dengan cara halal. Kalau masih ada yang mengatakan politik itu kotor, maka ijinkan saya untuk yang kedua kalinya mengatakan bahwa politik itu tidak kotor, yang kotor hanyalah orang-rang di dalamnya. Kalau peraturan dalam politik tidak ada yang kotor.

Pahamilah arti islam itu secara meluas, apa makna yang terkandung dalam islam itu, bahkan pernahkan terfikir di dalam fikiran kita esensi dari syahadat yang menjadi syarat utama untuk menjadi seorang muslim?

Ketika nabi saw bepergian, ditemani mu'adz, beliau memanggil; wahai mu'adz, ia menjawab; ya ' ada apa rasulullah? beliau memanggil lagi " wahai mu'adz , ia menjawab ; ya ada apa rasulullah ? ; beliau memanggil lagi ; wahai mu'adz, ia menjawab ; ya ada apa rasulullah? , ini adalah panggilan yang ketiga kalinya, kemudia beliau bersabda; " seorang hamba yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan selain Alloh, dan Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya dengan sebenar- benarnya keluar dari lubuk hati,Alloh pasti mengharamkan dirinya dari api neraka"kemudia muadz bertanya; apakah boleh saya memberitahukan orang banyak supaya mereka gembira ?; beliau bersabda;"Kalau mereka mengetahui,mungkin akan sembrono. tatkala  Mu'adz akan meninggal ia memberitahkuan hal ini karena takut akan berdosa (HR Bukhari dan Muslim, Dari Anas ra)

Pemaknaan kita atas syahadat masih belum sepenuhnya, karena itu kita belum dapat menikmati islam secara menyeluruh. Hanya setengah-setengah. Sedikit-sedikit berbuat maksiat, sedikit-sedikit mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, sedikit-sedikit menggunjing sesama saudara, sedikit-sedikit marah. Ah, sungguh indah kalau kita benar-benar memahami islam.


Wassalam
Izzur Rozabi
Pasuruan, 1 Agustus 2011
06:23