Kini kemakmuran Masjid Raden Patah hanya menjadi cerita yang bisa tidak bisa dilupakan untuk senior-senior masa itu. Fitnah yang berdatangan ibarat sebuah badai tsunami yang datang seketika, lalu menghancurkan semua bangunan yang dilewatinya. Akan tetapi, belajar dari tsunami. Separah apapun yang terjadi , Insya Allah masih bisa dibangun kembali. Seperti itulah dakwah yang coba dihancurkan kini, Allah pasti menolong hamba-Nya. Pertolongan itu sepadan dengan usaha yang dilakukan hamba-Nya. Masjid sebagai pusaran dakwah yang harus dipegang dan dimakmurkan. Dimakmurkan dengan suasana-suasana islami. Bukan dengan tradisi barat, atau yang sering kita lihat, ada beberapa takmir yang merokok. Wallahu ’Alam.
Sebagai sudut paling vital dalam dakwah, tempat yang pertama kali di bangun Rasulullah ketika sampai di madinah, beliau tidak langsung membuat sebuah rumah, akan tetapi membuat fasilitas untuk ibadah sosial terlebih dahulu. Masjid. Rasulullah sangat mengerti pentingnya masjid untuk pertumbuhan serta perkembangan dakwahnya kedepan.
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Moh. Natsir. Tokoh perubahan sebelum dan setelah kemerdekaan. Negarawan yang minus pujian tersebut membuat sebuah masjig yang paling fenomenal di Indonesia. Masjid Salman. Sebuah nama yang sangat indah ini membumbung tinggi di Indonesia. Mulai dari masjid ini, akhirnya dakwah bisa berkembang pesat.
Seperti itulah seharusnya masjid untuk kemenangan ummat ini. Akan tetapi perlu usaha yang keras untuk menciptakannya. Walaupun Rasulullah tidak merasakan secara langsung efek dari pembuatan masjid di Madinah sampai saat ini. Walaupun Moh. Natsir tidak melihat hasil dari perjuangannya di tahun 2012, akan tetapi semoga Allah yang membalas kebaikan mereka semua.
Sebuah usaha, berbanding lurus dengan hasilnya. Usaha yang dilakukan Rasulullah kala itu tidaklah mudah. Beliau harus melepaskan diri dari kejaran kaum kafir terlebih dahulu untuk mencapai madinah, berbalik arah dari tujuan, sembunyi di Gua Hira, yang akhirnya membuat sebagai kota islam. Sebuah kota yang saat ini diidam-idamkan ummat muslim. Kota yang madani.
Kita juga patut melihat lagi sosok seorang ibu muda yang ditinggal berdua di padang pasir bersama anaknya hanya karena itu perintah Allah. Kehausan. Kepanasan. Bahkan masih sibuk dengan anaknya yang saat itu masih kecil, yang masih sering menangis. Ibu itu berusaha mencarikan air untuk anaknya.
Dia melihat ke bukit Safa, dilihatnya ada oase yang sepertinya segar, namun setelah berlari menuju bukit itu, dia tidak menemukan apapun. Lalu ditempat yang berlawanan arah, di bukit marwah tepatnya, dia melihat oase yang kelihatannya sangat sejuk, namun setelah dia mendatanginya, dia menemukan sesuatu yang sia-sia seperti di awal tadi. Namun dari bukit marwah, dia melihat ada oase yang terlihat menarik hatinya, dia pergi kebukit safa, namun ternyata dia kembali belum menemukan apa yang dia inginkan. Dan dia melihat keadian yang sama hingga 7 kali, namun setelah langkah ketujuh selesai. Akhirnya Allah berkehendak lain, Allah mengeluarkan mata air murni dari kaki anaknya yang masih kecil, Ismail. Air yang biasa disebut air zam-zam tersebut ternyata hadiah dari Allah kepada sosok ibu muda yang berusaha mencari air.
Allah lebih menilai usaha yang dilakukan, bahkan kelihatannya di mata manusia itu hanyalah pekerjaan kosong, namun itu semua berbeda di mata Allah. Itulah sedikit cerita tentang ditemukannya air zam-zam yang saat ini masih dapat dinikmati orang-orang yang pergi kesana. Berusahalah sekuat tenaga, akan tetapi jangan lupa terus berdo’a kepada Allah. Allah dulu, Allah lagi dan Allah terus.
Secantik-cantik rencana yang manusia buat, masih cantik rencana yang Allah buat. Believe it. Berawal dari beralihnya masjid kampus, hampir semua aktivitas dakwah mulai hilang satu persatu. Mulai dari kajian yang diadakan setiap hari senin sampai jum’at di Masjid Raden Patah ba’da Maghrib, sampai pertemuan pekanan atau biasa disebut halaqah yang biasa diadakan disana. Semua kebiasaan positif yang dapat membangun kader ke arah lebih baik, kini mulai hilang. Kader yang mulai kehilangan arah ketika masjidnya terampas. Akan tetapi mereka lupa atau bahkan tidak tahu bahwasanya ada salah satu ustad yang saat ini namanya tidak asing dengan kita berkata,
”Masjid Raden Patah sudah tidak bisa dipertahankan. Diluar masih banyak masjid-masjid untuk terus mencari dan mengembangkan ilmu”
Kurang lebih seperti itu tutur Ustad Alvin kepada takmir lama Masjid Raden Patah. Terkadang karena kurangnya komunikasi, menyebabkan perkataan tersebut tidak diketahui semua kader. Bahkan ada kader yang hanya mengharapkan pertemuan pekanan saja, halaqah. Ada kader yang mengharapkan kajian senin sore, kasensor. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwasanya itu semua masih kurang, masih sangat kurang. Apalagi seiring bertambahnya usia dan kedewasaan, tentu saja ilmu yang didapatkan dari kajian itu masih sangat kurang. Padahal ilmu diluar masih banyak, akan tetapi tidak semua kader mau untuk meraihnya.
Masih ada Masjid Ustman yang di belakang UIN, disana masih ada kajian yang membahas tentang keilmuan. Masih ada masjid Muhajirin di ITN. Masjid Assalam. Atau bahkan masjid Abu Dzar Al-Ghifari. Masjid di perumahan mewah yang terletak di Soekarno Hatta tersebut mempelajari banyak ilmu. Namun tidak semua kader mau memanfaatkannya.
Kader tarbiyah banyak yang tergantung dengan ustadz tarbiyah. Padahal ilmu dari jama’ah lain juga sangat diperlukan untuk dipelajari. Bahkan salah satu ustadz yang merasakan dampak dari kejadian fitnah di MRP, Ustadz Jalal, menyarankan agar kader sekarang harus lebih aktif mencari ilmu diluar. Beliau menyarankan untuk pergi ke kajian jamaah lain untuk mencari ilmu selagi itu masih positif dan dapat membawa perubahan pada dirinya dan lingkungannya.
”Ustadz tarbiyah tidak hanya sibuk di ranah dakwah atau syi’ar. Akan tetapi kami sibuk dengan dunia sosial yang berusaha mencetak masyarakat lebih madani. Dan ini menyita waktu kami pula. Apalagi ditambah dengan jumlah kader yang semakin tahun semakin meningkat, namun kualitas ustadz tarbiyah belum dapat menampung itu semua.”
Keilmuan yang rendah ditambah tidak adanya kemauan kader untuk mencari ilmu, menyebabkan kesombongan dan merasa diri sudah hebat. Padahal mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pendahulu-pendahulunya. Kalau kita melihat lagi, perhatikanlah Rasulullah yang masih saja mau untuk menerima wahyu dari Allah. Bayangkan kalau Rasulullah sudah merasa cukup dengan ilmu yang sudah beliau miliki, mungkin saja sekarang jumlah Juz di dalam surat Cinta-Nya tidak berjumlah 30 Juz. Wallahu ’Alam.
Bahkan generasi-generasi penerusnya masih seperti itu, seperti contoh lainnya, pemilik Mahzab yang paling populer di Indonesia, Imam Syafi’i, memiliki banyak guru dalam mencari ilmu walaupun ilmunya sudah banyak, namun beliau masih saja merasa kurang. Bagaimana kalau beliau sudah merasa cukup dengan ilmu yang ada? Bahkan beliau tidak pernah mewajibkan pengikut mahzabnya untuk selalu mengikuti apa yang beliau riwayatkan. Kalau ada yang lebih baik, kenapa tidak?
Namun terjadi lagi penyakit yang berusaha memecah belah, sehingga terjadi pemisahan antara kader yang mengaji atau mencari ilmu di jamaah lain dianggap membahayakan, dianggap mulai keluar dari jama’ah, sehingga terjadi jarak, lalu lama-kelamaan hubungan mulai renggang, kader tersebut di black list. Na’udzu Billah. Semoga hal tersebut tidak terjadi di tempat kita.
Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 29 Januari 2012
23:16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar