Dien ini syumul, menyeluruh. Tidak tersekat-sekat oleh yang lain. Namun terkadang kita sendiri yang memberikan sekat. Seakan-akan saling bekerja sendiri-sendiri. Kalau di dalam buku renovasi dakwah kampus, seharusnya 5 elemen dakwah harusnya bersatu. Kaderisasi, keputrian, ilmi, siyasi, serta syi’ar haruslah saling berhubungan. Bukan memikirkan ladangnya masing-masing. Memang memikirkan lading dakwahnya sendiri juga perlu, namun memikirkan lading saudara yang lain juga diperlukan. Karena kita semua masih satu saudara.
Kenapa harus saling melengkapi? Ibarat kata sebuah bangunan dakwah yang dilengkapi dengan 5 elemen tersebut, namun karena satu elemen akan membuat bangunan dakwah itu tidak terlihat bagus, bahkan bisa-bisa roboh seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, kita harus saling menggenapi satu sama lain. Ketika saudara kita yang berada di ladang dakwah yang lain sedang melakukan kesalahan, alangkah baiknya kalau dibenarkan.
Itulah fungsinya berjamaah, berjamaah bisa menghaluskan yang kasar, menjinakkan gelombang yang sedang berkecamuk di lautan. Kalau jamaah ini kuat, tantangan sekuat apapun akan dapat diatasi. Tidak tersekat-sekat satu sama lain sehingga membuat dakwah terasa hambar.
Bahkan tidak jarang saudara kita yang sedang berjuang di siyasi fakultas sendirian, melawan anak-anak hedon. Ketika di Tanya,
“Antum pernah terfikir untuk keluar dari jamaah ini?”
“Pernah akh, tapi melihat kemaksiatan yang semakin menjadi-jadi disini, membuat ana bertahan di jamaah ini.”
Pernahkah terfikir untuk menanyakan kabar saudara kita yang sedang di siyasi? Ilmi? Kaderisasi? Keputrian –akhwat to akhwat-? Syiar? Atau kita saling berjalan masing-masing tanpa mengetahui kabar yang sedang terjadi di siyasi. Atau tanpa mengetahui kabar saudara kita yang sedang di ilmi. Atau bahkan tidak pernah menanyakan saudara kita yang sedang kesibukan memploting, kaderisasi. Coba sekedar bertanya kaifa khaluk? Atau apa lah. Terserah.
Terkadang teman-teman yang di siyasi juga terlewat batas dalam bercanda atau bahkan lewat jam malam dalam hal komunikasi dengan lawan jenis, maka syiar bertugas mengingatkan. Ketika ada kader yang tidak lagi memberikan halaqah atau bahkan sudah tidak dihalaqahi, maka kaderisasi bertugas untuk menegur.
Kalaupun tidak ada yang berinisiasi seperti itu, maka jadilah agent of change yang dapat merubah itu semua sehingga semua lading dapat ternaungi oleh teduhnya ukhuwah yang berusaha kita sebarkan. Tidak ada salahnya menjadi aktivis dakwah kampus yang berprestasi dalam bidang keilmuan serta kepolitikan. Karena kehidupan di luar kampus lebih keras daripada yang kita alami saat ini. Oleh karena itu persiapkanlah diri untuk lebih menempa itu semua.
Wallahu ’Alam
Izzur Rozabi Mumtaz
Malang, 27 Januari 2012
14:08
Tidak ada komentar:
Posting Komentar