Kamis, 26 Januari 2012

INI CINTAKU, MANA CINTAMU?


Bagaimana perasaan anda ketika saya akan membahas tentang cinta? Apakah ada rasa semangat untuk membacanya, atau bahkan biasa-biasa saja karena sedang tidak jatuh cinta? Setiap orang pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Itu sebuah fitrah setiap insan. Insan dikatakan berhasil melewati percintaannya dengan bahagia jika dapat menempatkan cintanya pada tempat, porsi serta waktu yang tepat. Namun sebaliknya, seroang insan dikatakan gagal dalam percintaan yaitu ketika dia menempatkan porsi cinta dengan takaran yang salah, menempatkan cinta di tempat yang tidak seharusnya, serta menempatkan cinta di waktu yang tidak tepat.

Bagaimana rasanya? Sungguh indah terasa. Semangat untuk meraihnya. Namun haruslah cinta itu pada porsi, waktu serta tempat yang tepat. Kalau Salim A. FIllah mengatakan, ”bahagianya merayakan cinta”, Maka saya akan mengatakan, ”sabarlah menunggu cinta”.

Ketika jatuh cinta sedang merasuki seorang aktivis dakwah, hendaklah segera disembuhkan, apalagi Virus Merah Jambu ini tidak akan tinggal diam melihat kita hanya jatuh cinta, pasti virus ini akan selalu menggoda kita dimana pun, kapan pun serta bagaimana pun keadaan kita. Apalagi kebanyakan seorang ikhwan yang fitrahya dapat jatuh hati kepada lawan jenisnya hanya dengan memandang, oleh karena itu di dalam Al-Qur’anul kariim, Allah memerintahkan kaum lelaki untuk menjaga pandangannya tehadap lawan jenisnya.

Terkena virus merah jambu memang sangatlah enak, bagaimana tidak, setiap hari yang terfikirkan adalah wajahnya, kata-katanya, bahkan tingkah lakunya.

Di sebuah acara ospek fakultas, tepat di tanggal 18 Ramadhan, di siang bolong sembari menunggu tugas selanjutnya, Allah mengumpulkan saya beserta teman-teman di kelompok 18. Sungguh angka yang sangat saya ingat sampai sekarang. Disana Allah mempertemukan saya dengan orang yang sangat saya cintai. Murabbi. Begitulah saya memanggilnya. Santun. Lembut. Penuh retorika. Arif. Bijaksana. Serta kalem. Semua sifat itu tergambar dari cara berbicaranya, tingkah lakunya ketika berada di kelompok, serta bahasa penyampaiannya yang lugas. Kurang apalagi? Ah, sungguh indah pertemuan itu.

Dari awal saja sudah tertarik pasti akan ada magnet yang semakin mengikat di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Oleh karena itu, tanamkanlah kesan yang terbaik di awal pertemuan. Apalagi di dalam mendakwahkan islam, kita harus menanamkan pesan yang positif kepada objek yang akan didakwahi, jangan sampai terkesan islam itu menjadi suatu hal yang susah dipahami, islam itu hanya untuk organisasi atau kelompok tertentu, islam itu susah, islam itu bebas, ataupun islam itu sesuatu yang mengerikan.

Tanamkanlah kalau islam itu indah, islam itu mudah tetapi jangan dimudah-mudahkan, islam itu bersih, islam itu rahmatal lil ’Alamin. Sehingga setiap orang dapat merasakan indahnya islam. Dengan semua tingkah, pakaian serta tutur kata kita yang baik, maka yang akan muncul pertama kali di benak orang-orang yang pertama kali bertemu kita adalah sesuatu yang positif pula. Kalau sudah tergambar seperti itu, orang tidak akan susah mengikuti alur pembicaraan kita. Penokohan seperti itu sudah itanamkan oleh Rasulullah sebelum diangkat menjadi seorang Rasul. Jauh beberapa puluh tahun sebelum Rasulullah diangkat oleh Allah sebagai seorang Rasul, Muhammad sudah mempunyai jabatan ”Al-’Amin”. Oleh karena itu ketika Muhammad diangkat sebagai seorang Rasul, orang yang tidak mengikuti agamanya pun masih percaya kepadanya.

Mencintai tidak hanya terbatas kepada lawan jenis yang disukai, tetapi juga terhadap orang-orang terdekat. Seperti halnya kedua orang tua, saudara, guru atau pun sesama ummat muslim. Namun alangkah baiknya jika cinta kepada lawan jenis yang bukan mahram itu dipendam saja, jangan sampai membuat Allah cemburu.

Sungguh pertemuan ketika ospek itu sangat menimbulkan efek yang sangat hebat, dari seorang laki-laki yang biasa, akhirnya berusaha merubah diri menjadi ikhwan. Sungguh indah memang jatuh cinta itu, seakan membuat kita tersihir dengan semua kata-kata yang keluar dari mulutnya, Alhamdulillah kata-kata yang dikeluarkannya selalu baik. Sangat baik, apalagi ajakannya sangat membuat saya terpesona walaupun simpel sekali ajakannya, ”Mari kita tegakkan syari’at islam mulai dari hal yang kecil, mulai dari makan serta minum sambil duduk dan jangan lupa berdoa”, Pekan berikutnya dia mengevaluasi, ”Bagaimana akhi syari’at yang kemarin? Pekan ini kita tambah ya? Syari’at yang harus kita  jalankan selanjutnya adalah memulai sesuatu yang baik dengan kanan. Misalnya mengenakan sandal, sepatu, dengan kaki kanan dulu, tapi melepaskannya dengan kaki kiri dulu. Masuk masjid kaki kanan dulu, keluar kaki kiri dulu. Masuk kamar mandi kaki kiri dulu, keluar kaki kanan”

Begitu mudahnya islam serta begitu indahnya cintanya menyapa saya, dengan bahasa yang mudah untuk saya pahami membuat saya mencintainya. Dengan pembahasan yang sangat mudah dicerna dia mengajak saya untuk mendalami islam. Setiap saat penugasan itu bertambah seiring bertambahnya pertemuan serta ilmu dan praktek yang di dapat. Inilah sebuah munajat cinta. Padahal apa yang diucapkannya hanya seperti itu, tapi saya sebagai objeknya berusaha sekuat mungkin untuk tidak makan dan minum sambil berdiri, melakukan sesuatu yang baik dengan tangan kanan, serta melakukan segala sesuatu dengan berdo’a.


Wassalam
Izzur Rozabi
Malang, 4 Agustus 2011
06:25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar